Well this one is created by my imoutou (Risuvile©)
![]() |
Art by : Kizuki© |
“Ris! Ayo sini
sarapan! Nii udah buatin masakan kesukaan kamu!” Teriakkan yang keras itu
kuabaikan, aku tahu ia pasti marah. Tetapi, aku tidak bisa meninggalkan ini.
Kubuka lemariku, semua lemariku, kulempar semua baju yang ada disana keluar
lemari, entah dimana posisi mereka sekarang, yang kutahu aku hanya mencari baju
cosplay kesayanganku. Baju yang kudapat dari kakakku, Zeon. Kakak yang teramat
kusayangi, baju cosplay yang tidak sederhana yang ia dapat dari hasil
pemikirannya sendiri. Ya, dia mendesainkan sendiri baju itu, semalaman. Lalu
merelakan uang jajannya terakhirnya, untuk membayar biaya menjahit kostumku,
tanpa aku tahu. Karena , waktu itu aku menangis menginginkan sebuah kostum baru
untuk mengikuti lomba yang sudah kuimpi-impikan selama 1 tahun. Aku sadar aku
egois, terlalu egois dan aku menyesali semua itu. Tapi, aku tidak menyesal
mempunyai baju itu. Namun sekarang? Penyesalan itu datang lagi, baju itu
hilang, entah dimana. Aku ini memang orang yang ceroboh dalam menyimpan barang.
Air mataku menetes. Sambil terus mencari baju kesayanganku itu. Tanganku mulai
bergerak lebih cepat untuk membongkar semua barangku di lemari seraya air
mataku yang lebih deras menetes.
“Risuvile
Grantz!” Teriak pria yang kupanggil ‘Nii-chama’
“APA CHAMA?!
RISU LAGI CARI KOSTUM TAU!” balasku berlaga kesal sambil berusaha menutupi air mataku. Aku harap dia tidak melihat itu
dan secepat mungkin kuhapus air mataku. Bayangan kakakku mulai hilang dari
depan pintu kamarku. Aku tahu dia kesal dan memutuskan untuk turun
meninggalkanku. Aku segera pergi ke kamar mandi di kamarku, membasuh wajahku,
lalu mengeringkannya dengan handuk. Berharap aku dapat menyembunyikan semuanya.
Aku lalu turun kebawah menyusul kakakku, aku tidak mau dia marah.
“Nii-chama. Kostum Risu ilang.” kataku
manja, tapi aku tak mendapati respon apa pun.
“Nii-chama, jangan ngambek.” Nada manjaku
tak berhenti keluar berharap mendapatkan respon, sekedar ‘anggukan’ pun tak
apa. Namun, hasilnya masih nihil.
“Chama ih, jangan ngambek. Risu kissu loh!”
ancamku yang kali ini membuahkan hasil.
“Ga takut. Suruh
siapa jorok sama barang sendiri. Udah sana sarapan. Bentar lagi mau pergi ke
event kan?” balasnya singkat tapi sedikit membuat air mataku ingin mengalir
lagi. Aku melangkah menuju dapur dengan wajah cemberut. Tak lama setelah aku
duduk dan mulai makan ia menghampiriku, mengelus rambutku lembut dan selalu
membuatku lebih nyaman, lalu duduk disampingku. Aku makan sambil berusaha
memikirkan apa yang harus kulakukan sekarang? Aku lalu menemukan selembar
kertas dengan gambar didekat tempatku makan, yang entah sebenarnya gambar apa
aku pun tak tahu.
“Chama, chama! Nanti Risu mau cosu ini
boleh yah?!” kataku yang akhirnya mendapat topik pembicaraan. Aku tak mau
berlama-lama bertengkar dengan kakak kesayanganku.
“Hmm. Sebenernya sh nii ga setuju. Tapi ya,
terserah deh”
“Huh! Chama
jawabnya terserah mulu!” timpalku sebal. Dia hanya tertawa kecil karena respon
yang ia dapat dariku. Tapi aku senang ia masih menjawabku. Aku takut kalau ia
benar-benar tak mau bicara denganku lagi. Orang tuaku? Mereka entah dimana
sekarang. Mereka meninggalkan aku dan kak Zeon waktu kecil. Membuatku merasa tak ada lagi yang menyayangiku
kecuali kakakku. Rasa sayang itu semakin menjadi, entah sejak kapan, membuatku
benci jika kakakku bersama wanita lain. Oleh karena itu aku tak pernah
tersenyum pada wanita yang bersamanya, aku selalu diam tanpa memberikan respon
pada wanita-wanita tidak penting itu. Aku benci, sangat sampai-sampai kadang
aku marah kalau kak Zeon membawa wanita kerumah, aku lebih memilih diam dikamar
dan memasang musik keras-keras, dan
menangis. Entah mengapa rasanya sesak dan perih jika kakakku membawa wanita
lain. Merutuk dan berharap wanita itu segera pergi dari rumahku, bahkan musnah
dari bumi, . itu yang selalu aku lakukan. Aku selalu bilang pada kakakku, Jika
kak Zeon memiliki kekasih maka aku juga akan memiliki kekasih. Aku tak akan
benar-benar melakukannya, hanya mengancam. Karena, aku terlampau sayang pada
kakak, aku tak ingin dia dimiliki orang lain. Aku bahkan lebih memilih untuk
menjadi wanita tua tanpa kekasih dan hidup bersama kak Zeon, dari pada harus
menikah dan berpisah dari kak Zeon. Tapi, entah mengapa ia benar- benar tak
memiliki kekasih sampai sekarang.
“Chama, Risu
pergi dulu ya.” Aku melangkah kecil melewati pintu depan dan menghilang dari
pandangan kakakku. Tangisku meleleh lagi. Aku benar-benar tak bisa menahannya.
Perih dan sesak di dadaku semakin menjadi, ingin rasanya berteriak. Aku lalu
pergi ke taman tempat biasa aku dan kakak main dulu. Kuputuskan untuk tidak pergi ke event, mana
mungkin aku bisa pergi dengan keadaan seperti ini?
Ketika sampai
aku hanya bisa melihat bayangan aku dan kak Zeon dulu sewaktu kecil. Aku duduk
di ayunan tempat biasa kak Zeon mendorong lembut ayunanku agar aku bisa tertawa
dan senang. Kuhapus beberapa kali air mataku. Tapi mereka tak berhenti, badanku
gemetar, pikiranku kacau. Aku menangis, ketika memikirkan suatu hari kakakku
harus dimiliki orang lain dan meninggalkanku. Aku tak mau. Aku tak bisa hidup
tanpa kak Zeon, dia terlampau berharga untukku, aku lebih memilih mati dari
pada harus melihatnya bersama orang lain dan meninggalkanku sendiri. Tangisku
pecah, aku menangis sebisaku. Aku tak perduli jika ada yang melihatku, hatiku
sakit, aku tak tahu harus berbuat apa. Apa aku telah jatuh cinta pada kakakku
sendiri? Tapi, apa yang kakak rasakan padaku. Pertanyaan aneh dan
pikiran-pikiran buruk mulai mendatangiku. Membuat aku semakin tak tenang,
kuambil Risele dari tasku, dan kupeluk berharap akan membuatku lebih nyaman.
Risele adalah sebuah boneka kelinci yang kak Zeon beri saat hadiah ulang
tahunku yang ke lima, aku selalu memeluk Risele jika aku sedih, tapi kali ini
tak bisa. Hanya kakakku yang bisa membuatku tenang.
Lima jam lebih kupakai hanya untuk menangis. Sore hari mendatangiku
seolah mengajakku pulang. Tapi, wajah seperti apa yang harus kupasang saat
bertemu kakak? Aku tak bisa menyembunyikan semua ini lagi. Kuseret kakiku untuk
melangkah, langkah gontaiku terus berlanjut hingga aku sampai didepan rumah.
Aku terdiam didepan pintu, menghapus air mat sebisaku dan memasukan Risele ke
tasku. Membuat seakan semuanya baik-baik saja, tapi ku yakin hasilnya nihil
kali ini.
Tak lama setelah aku menekan bel rumah kakakku membukakan pintu dan
menatapku, dan kuyakin kakakku pasti menyadari ada yang salah denganku saat
itu. Aku memutuskan untuk tidak berbicara apa pun
sebelum air mataku jatuh lagi di depan kakak. Aku bergegas pergi kekamarku dan
mengunci pintu. Kulihat kamarku sudah tertata rapih, dan kuyakin juga kakakku
yang merapikan semuanya. Kuganti bajuku
dengan piyama sore itu, dan sedikit pun aku tak beranjak dari kamarku hingga
malam. Aku duduk di pinggir kasurku lalu menatap kearah meja yang aja di sebelah
kasurku dan mendapati foto itu. Foto cosplay pertamaku bersama kak Zeon. Air
mataku mengalir lagi tanpa kusadari. Kupegang foto itu lalu kupeluk erat-erat
“Nii-chama, Risu sayang banget sama Nii. Jangan tinggalin Risu. Risu gak mau.” Aku bicara sendiri saat itu.
Berusaha menenangkan diri dan mencoba tidur dengan membiarkan foto itu tetap
tergeletak di kasurku. Nihil, rasa sakit ini tak mau hilang. Kuberanikan diriku
menuju kamar kakak dan mengetuk pintu.
“Chama ini Risu. Risu mau tidur sama
chama.” Aku bekata sebisaku.
“Masuk aja.”
Jawab suara didalam sana. Aku lalu masuk dan bebaring disebelah kakakku.
Kutatap mata kakakku dan aku semakin menyadari bahwa aku sangat sayang pada
kakakku. Aku tidak siap dan tak kan pernah siap kehilangan pancaran matanya,
pelukannya, suaranya, semuanya. Aku tak sanggup. Kuhabiskan banyak waktu untuk
menatap setiap setiap inchi wajahnya.
“Risu mau
ngomong.” Suaraku yang tertahan akhirnya keluar dan mendapat sebuah respon
anggukan dari kakakku.
“Sebenernya Risu…” kata-kataku terputus karena menahan air
mataku.
“Sebenernya ap—“ kupotong kalimat sempurna
kakakku. Aku membiarkan bibir lembut kakak bertemu dengan bibirku, berharap dia
merasakan apa yang kurasakan sekarang, kemarin, atau esok dan seterusnya.
“Risu sayang chama!” Ucapku setelah
melepaskan ciuman singkat kami. Aku memeluknya erat dan membenamkan kepalaku di
dada kakak.
“Nii juga, nii sayang Risu.” Katanya seraya
mengelus rambutku lembut, membuatku nyaman untuk tidur, selalu seperti itu. Aku
tak perduli jika kakak tak mengerti perasaan aneh milikku ini, yang kutahu
hanya “Aku cinta chama” Kubiarkan diriku terlelap dalam pelukannya, hangat. Aku
tak mau ini berakhir, kuharap Tuhan membiarkan aku merasakan ini sampai baterai
hidupku habis nanti.
No comments:
Post a Comment