Saturday 29 December 2012

Unbearable Pain (Indonesia Ver.)

This come from a long time ago. sorry if this one isn't so good. u_u

“Lotte! Sedang apa kamu di situ?! Ayo cepat turun!” Teriak seseorang yang melihatku sedang berusaha melompat turun dari atap sekolah. “Jangan harap aku akan turun Giz!” aku berteriak balik pada Gizam yang mungkin satu-satunya yang bisa kusebut teman. “Aku... aku... aku ingin menghentikan penderitaanku ini!” Lanjutku dengan nada yang cukup sedih. “Tapi bukan gini caranya Lot! Bukan gini!” Balasnya. “DIAM! Kamu.. kamu ga tau! Apa yang udah aku jalani selama ini! Kamu gatau sebesar apa luka di hatiku ini!” Teriakanku kali ini dapat membuatnya terdiam dan hanya memandangiku saja dari belakang. Aku pun segera berbalik dan melompat. “LOTTE!! TIDAK!!” Teriakannya adalah hal terakhir yang kudengar sebelum akhirnya aku jatuh dan tergeletak tak berdaya di tanah.

                Kalian pasti bingung kan mengapa aku melakukan hal bodoh yang bisa membunuhku seperti itu? Ya, sebaiknya kalian ku beritahu dari awal kehidupanku di SMA swasta Glitz ini. Kebanyakan orang di SMA ini adalah orang berada,berkecukupan,dan memiliki segudang kemampuan dan aktivitas. Berbeda denganku yang bisa di bilang culun,tidak pandai bergaul,dan mungkin bisa di bilang aneh. Akan tetapi aku tetaplah seorang gadis biasa yang tak bisa bertahan sendiri. Hari-hariku di SMA ini dipenuhi dengan cemoohan dan rasa sirik dari siswa lain, mungkin itu di karenakan aku bisa masuk ke SMA ini dengan bantuan beasiswa. Tidak seperti murid yang lainnya. Dan untuk ukuran orang aneh sepertiku kepintaranku bisa di bilang berlebih, hal itu membuatku semakin sulit untuk bergaul. Aku mengawali kehidupan di sekolah ini di kelas yang isinya anak-anak berandalan yang sepertinya kurang mendapat perhatian dari kedua orangtuanya. Kelas yang berisik,tidak berprestasi dan cukup kotor. Meskipun aku yakin mereka bisa saja menyewa pelayan untuk membersihkan kelas,aku tetap tidak yakin kelas ini akan bersih.

                Selama di kelas satu aku selalu mendapat nilai bagus dan tentu hal itu membuatku tak mempunyai siapapun yang bisa kusebut teman. Setiap harinya pun aku hanya datang dan pergi kesekolah mulai dari bel masuk sampai bel pulang berbunyi. Tak pernah sedetikpun aku berlama-lama di sekolah. Namun semenjak memasuki kelas dua, kehidupanku di sekolah mulai membaik. Aku mulai berteman dengan seseorang, dialah Gizam. Dan rupanya selain Gizam itu baik hati, dia juga cukup terkenal di sekolah ini. Semenjak aku berteman dengannya sebagian dari temannya juga menjadi  temanku. Namun tak sedikit juga yang baru ataupun masih membenciku karena nilaiku dan kedekatanku dengannya. Meskipun begitu aku tak pernah menanggapi mereka, lagipula aku hanya menganggap Gizam sebagai satu-satunya teman terdekatku. Kami sering bertukar pikiran,makan siang bersama,dan lainnya.

               Suatu saat kami sedang berada di atap sekolah sepulang sekolah. Saat itu sangat sepi, berbeda dari hari-hari lainnya. Kami hanya berbaring menatap awan. “Lot.” Ucapnya memecah keheningan. “Ya? Ada apa?” Balasku seadanya. “Seandainya aku suka sama seseorang, kamu bakal marah ga?” Tanyanya. “Hmm? Untuk apa aku marah?” Jawabku polos. “Tapi, kalau aku bertanya hal yang sama padamu. Apa jawabanmu?” Lanjutku. “Hmm... Mungkin. Karena kau ini istimewa untukku.” Balasnya. “Hah? Jangan bohong deh.” Jawabku agak gugup. “Memang bohong.” Ucapnya dengan sebuah senyuman. “Huh. Dasar!” Balasku yang entah kenapa merasa di permainkan olehnya. Aku pun segera berdiri, namun ia juga tiba-tiba berdiri dan menepuk kepalaku. ”Aku ga bercanda kok, kamu memang orang yang istimewa.” Ucapnya tiba-tiba sambil tersenyum. Aku hanya terdiam membisu dangan muka yang memerah. “Ayo pulang.” Dia pun menarik tanganku dan mengajakku pulang. Kami pun berjalan pulang tanpa sepatah katapun yang terucap dari bibir kami, lalu kami pun sampai di rumah Gizam. “Hmm. Lot.” Ucapnya sesaat sebelum ia masuk ke rumahnya. “Apa?” Balasku singkat.
“Kenapa kau tidak main saja di rumahku ini? Lagipula rumahmu pasti masih kosong kan?” Ucapnya. Aku yang kaget mendengar pernyataannya itu hanya dapat terdiam.

Memang rumahku masih sangat sepi bagai tak berpenghuni hingga malam menjelang. Itu semua karena aku hanya tinggal dengan ayahku dan adiku. Orang tuaku sudah bercerai,ya perceraian itu juga yang membuat ayahku harus banting tulang hingga larut malam. Ia ingin menjadi kaya agar ibu mau kembali dan keluarga kami kembali utuh. Namun kurasa itu sia-sia karena aku juga sudah tak yakin dengan ibuku sendiri. Tak yakin dengan alasan mereka bercerai. Ya tapi aku sudah tak memikirkan masalahku itu. Yang pasti ini pertama kalinya aku diajak bermain ke rumah orang lain. Aku yang tengah terdiam tiba-tiba ditarik masuk ke dalam rumahnya. Dan aku hanya bisa terdiam malu dan masuk ke dalam rumahnya. “Nah inilah bagian dalam rumahku. Selama ini kamu hanya lihat luarnya kan? Anggap saja rumah sendiri ya. Tapi jangan sampai kamu buka baju sembarangan karena kamu menganggap ini rumahmu sendiri.” Ucapnya sambil agak menyindirku. “Sudi amat aku buka baju di sini!” Balasku sambil berlalu ke ruangan tengah rumahnya. Rumahnya bisa di bilang sangat besar namun tak berguna atau ‘uselessly big’. Rumah yang terlampau besar dan lebih sering ditinggali Gizam sendirian. Karena kedua orangtua Gizam adalah arkeolog mereka lebih sering berpergian ke luar negeri untuk mencari peninggalan sejarah. Dan yang pasti penghasilan mereka cukup besar untuk dapat membangun rumah sebesar ini.

“Hey Lotte. Kamu suka main RPG ga?” Ucap Gizam sambil datang dan memasukan sebuah dvd ke sebuah console game yang biasa di sebut PS atau PlayStation. “Umm... RPG itu apa?” Jawabku polos. Ia pun menampar dahinya dan berkata “Ituloh Role Playing Game!” “Nnn.. Aku ga tau, hehehe.” Balasku polos. ia pun hanya bisa menghela nafasnya dan bermain, aku pun memperhatikan Gizam bermain dengan cukup serius. Sekitar dua jam ia bermain, ia melirik wajahku dan mungkin ia merasakan bahwa aku bosan. “Hey, kamu bosan ya?” Ucapnya sambil menoleh ke arahku. “Umm, sedikit sih.” Jawabku seadanya. “Hmm, kamu tau ga? Kadang-kadang aku ngiri sama karakter utama dari game ini.” Ucapnya sambil lanjut bermain. “Kenapa?” Tanyaku. “Siapa yang ga iri? Kalau karakter utama itu pasti punya banyak orang yang mencintai dia kan? Tapi dia juga selalu punya orang yang dia cintai. Ga kaya kenyataan. Yang biasanya lebih banyak mencintai tanpa dicintai.” Balasnya. Ucapanya memang ada benarnya. Kehidupan nyata itu selalu tak adil,ya contoh terdekatnya adalah orangtuaku. “Iya juga sih.” Ucapku sekenanya.

“Bokura wa nante chippoke na. Aah sonzai darou? Oroka naru koto wo damatte. Aah mite iru dake.” Tiba-tiba lagu Need your love yang di bawakan Do As Infinity, salah satu band jepang favoritku berdering dari Hpku. “Hmm? Lagu darimana itu?” Tanya Gizam padaku. “Ah, anu itu Hpku. Hehe.” Balasku yang lalu mengecek Hpku dan melihat sebuah SMS yang isinya berupa ancaman agar aku tidak dekat-dekat dengan Gizam, aku pun langsung menghapus SMS tersebut. Jujur sejak aku dan Gizam berteman baik,aku sering mendapat SMS seperti itu. Namun aku tak pernah memberitahu Gizam ataupun mengindahkan ancaman tersebut. Karena bagiku selama Gizam tidak meninggalkanku sebagai temannya,aku pun tidak akan meninggalkannya. “Hmm? Ada apa?” Ucap Gizam tiba-tiba,sehingga membuatku salah tingkah dan bergegas menyimpan Hpku kembali ke saku rok. “Ahh, tidak. Anu. Itu. Aku harus pulang.” Ucapku gugup. “Hmm? Aneh, kamu ini kenapa sih? Ya sudah mau ku antar?” Balasnya heran. “Ti-tidak usah! Aku pulang dulu!” Akupun bergegas berdiri dan berjalan keluar dari rumahnya, Lalu berlari secepatnya menuju rumahku.

Setelah hari itu,kehidupanku berlangsung biasa saja. Namun kedekatanku dengan Gizam semakin dekat,sehingga membuatku memiliki ‘Rasa’ pada Gizam. Ya meskipun aku tak pernah mengatakannya pada Gizam. Aku hanya bisa menahan ‘Rasa’ ini dan sekaligus menahan rasa cemburu jika ia sesekali menggoda ataupun di goda oleh gadis lain. Ya tapi aku bisa memakluminya,lagipula aku bukan siapa-siapa untuknya. Hanya teman baiknya. Namun itu sudah lebih dari cukup untuk menjaga perasaanku cukup stabil. Stabil dalam arti lebih banyak sakit daripada senangnya. Dan aku hanya bisa menjalaninya dengan sabar. Sampai suatu ketika,Gizam memiliki kekasih tanpa sepengetahuanku. Aku yang sedang berjalan bersama Gizam tiba-tiba di halangi sesosok gadis yang tiba-tiba menyingkirkanku dari Gizam dan merangkul tangannya. “HEH! Jangan deket-deket pacar aku!” Geramnya padaku.

Aku pun tercengang tak percaya,karena setahuku Gizam tidak pernah mempunyai gadis yang istimewa di hatinya. “Gi-Giz-am. Benarkah itu? Dia pacarmu?” Tanyaku seolah tak percaya. Gizam hanya terdiam. Pandangan matanya hanya mengarah ke arah tanah. Seolah ia ingin mengatakan “Maafkan aku Lotte.” “Benar! Aku ini pacarnya! Sudah kamu pergi saja! Jangan dekati pacarku!” Tiba-tiba gadis itu menggertak dan berlalu bersama Gizam. Aku hanya terdiam melihat mereka pergi dan menghilang dari pandanganku. Aku tak tahu harus bergembira karena Gizam,teman baikku memiliki seorang kekasih,atau bersedih karena orang yang berharga bagiku telah direbut begitu saja oleh seorang gadis yang bahkan tidak ku kenal. Lalu aku pun berlari,berlari,dan berlari. Berusaha berlari dari kenyataan yang pahit itu. Tanpa sadar aku sudah ada di depan rumahku. Aku terdiam, lalu aku menengok ke atas. “Hujan.” Ucapku dengan nada sendu. Seiring dengan turunnya hujan, akupun menangis. Menangis dengan perasaan yang sangat bergejolak di dalam dadaku.

Aku yang baru pertama kalinya patah hati itu,berusaha menahan rasa sakit. Rasa sakit yang mungkin tak akan bisa di sembuhkan oleh siapapun. Rasa sakit yang membuatku ingin membenci tGizam. Namun aku tetap saja tak bisa melupakan ataupun membenci Gizam. Aku sendiri tak tau mengapa. Aku menjalani hari demi hari dengan rasa pedih di hati sejak saat itu. Satu,dua,tiga hari ku lalui dengan sabar. Lalu seminggu kemudian. Di malam yang sangat sunyi, aku pergi ke sekolah. Melompati pagar tingginya dan membobol pintu agar aku bisa masuk. Lalu aku berjalan menuju atap sekolah. Tempat dimana aku dan Gizam sering menghabiskan waktu. “Gizam.” Ucapku lembut dengan nada sendu. Aku pun berjalan menuju ujung pagar dan menyanyikan sebuah lagu. Sebuah lagu yang bernama simfoni hitam yang di bawakan oleh sherina. Lagu itu adalah curahan perasaanku kepada Gizam. Dan pada saat aku selesai menyanyikannya dan bersiap melompat untuk mengakhiri hidupku,Gizam datang. Dia datang dan berusaha mencegah agar aku tidak melompat. Mungkin ia datang karena mendengar nyanyianku. Karena selain malam itu sangat sunyi,Gizam juga biasanya belum terlelap dan diam di atap rumahnya. Dan seperti yang kalian tahu,ia gagal membujukku agar aku tidak melompat.

Aku yang sudah tak berdaya itu pun tiba-tiba membuka matanya. Dan hal pertama yang aku lihat adalah wajah cemas nan lelah Gizam. “Lotte! Kamu sudah sadar! Aku akan panggilkan dokter!” Ucap Gizam semangat. Nampaknya usaha bunuh diriku gagal. Gizam membawaku ke rumah sakit dekat sekolah. Aku agak menyesalinya, karena yang aku inginkan adalah kematian. Agar rasa sakit di hati ini takkan mengganguku lagi. ”Ja-ngan.” Aku pun menarik lengan baju Gizam yang akan pergi memanggil dokter. Ia pun menurut dan kembali duduk di sampingku. Ia hanya tersenyum dengan wajah yang lelah melihatku yang sudah sadar. Mungkin ia benar-benar menjagaku dari larut malam sampai aku sadar sekarang ini. “Tapi untuk apa dia melakukan hal itu? Aku bukan siapa-siapa baginya.” Gumamku dalam hati. Aku berusaha bangkit dari posisi terlentang menuju duduk. Gizam pun membantuku untuk duduk. “Giz, kenapa? Kenapa kamu bawa aku ke sini? Kenapa aku ga kamu biarin mati aja?” Tanyaku dengan suara lemas. Dia hanya terdiam. “Aku kan bukan siapa-siapanya kamu lagi. Aku bahkan di usir oleh pacarmu.” Lanjutku. “Lot, dia bukan pacarku lagi. Aku. Aku. Aku cuman suka sama kamu. Ya, cuman kamu. Maafkan aku yang ga pernah jujur padamu. Aku tau kamu juga suka padaku kan? Aku hanya di manfaatkan gadis itu. Sebagai bahan tertawaan dan taruhan untuk teman-temannya. Maafkan aku!” Jawab Gizam yang tiba-tiba memelukku erat. Aku hanya bisa terdiam. Dan lalu air mataku mengalir keluar,namun kali ini yang keluar adalah air mata kebahagiaan.
Kali ini aku mendapat pelajaran yang berharga. Pelajaran bahwa hidup kadang senang, namun seringkali sulit. Tetapi dengan kesulitan itulah kita masih bisa hidup dan berusaha mengubah air mata menjadi sebuah senyuman. Tak akan ada cahaya tanpa kegelapan, tak akan ada juga senang jika tak ada kesulitan yang kita hadapi. Nah,sekarang coba kalian pikir. Jika di alam sana nanti bisa di bilang monotone loh. Yang masuk surga kekal abadi senang-senang. Yang masuk neraka di siksa secara terus-menerus. Monotone kan? Oleh karena itu jalanilah kehidupan kalian sebaik-baiknya! Karena hidup di dunia yang fana ini cuman sekali!

No comments:

Post a Comment