This come from a long time ago. sorry if this one isn't so good. u_u
“Lotte! Sedang apa kamu di situ?! Ayo cepat turun!” Teriak seseorang
yang melihatku sedang berusaha melompat turun dari atap sekolah. “Jangan
harap aku akan turun Giz!” aku berteriak balik pada Gizam yang mungkin
satu-satunya yang bisa kusebut teman. “Aku... aku... aku ingin
menghentikan penderitaanku ini!” Lanjutku dengan nada yang cukup sedih.
“Tapi bukan gini caranya Lot! Bukan gini!” Balasnya. “DIAM! Kamu.. kamu
ga tau! Apa yang udah aku jalani selama ini! Kamu gatau sebesar apa luka
di hatiku ini!” Teriakanku kali ini dapat membuatnya terdiam dan hanya
memandangiku saja dari belakang. Aku pun segera berbalik dan melompat.
“LOTTE!! TIDAK!!” Teriakannya adalah hal terakhir yang kudengar sebelum
akhirnya aku jatuh dan tergeletak tak berdaya di tanah.
Kalian pasti bingung kan mengapa aku melakukan hal
bodoh yang bisa membunuhku seperti itu? Ya, sebaiknya kalian ku beritahu
dari awal kehidupanku di SMA swasta Glitz ini. Kebanyakan orang di SMA
ini adalah orang berada,berkecukupan,dan memiliki segudang kemampuan dan
aktivitas. Berbeda denganku yang bisa di bilang culun,tidak pandai
bergaul,dan mungkin bisa di bilang aneh. Akan tetapi aku tetaplah
seorang gadis biasa yang tak bisa bertahan sendiri. Hari-hariku di SMA
ini dipenuhi dengan cemoohan dan rasa sirik dari siswa lain, mungkin itu
di karenakan aku bisa masuk ke SMA ini dengan bantuan beasiswa. Tidak
seperti murid yang lainnya. Dan untuk ukuran orang aneh sepertiku
kepintaranku bisa di bilang berlebih, hal itu membuatku semakin sulit
untuk bergaul. Aku mengawali kehidupan di sekolah ini di kelas yang
isinya anak-anak berandalan yang sepertinya kurang mendapat perhatian
dari kedua orangtuanya. Kelas yang berisik,tidak berprestasi dan cukup
kotor. Meskipun aku yakin mereka bisa saja menyewa pelayan untuk
membersihkan kelas,aku tetap tidak yakin kelas ini akan bersih.
Selama di kelas satu aku selalu mendapat nilai bagus
dan tentu hal itu membuatku tak mempunyai siapapun yang bisa kusebut
teman. Setiap harinya pun aku hanya datang dan pergi kesekolah mulai
dari bel masuk sampai bel pulang berbunyi. Tak pernah sedetikpun aku
berlama-lama di sekolah. Namun semenjak memasuki kelas dua, kehidupanku
di sekolah mulai membaik. Aku mulai berteman dengan seseorang, dialah
Gizam. Dan rupanya selain Gizam itu baik hati, dia juga cukup terkenal
di sekolah ini. Semenjak aku berteman dengannya sebagian dari temannya
juga menjadi temanku. Namun tak sedikit juga yang baru ataupun masih
membenciku karena nilaiku dan kedekatanku dengannya. Meskipun begitu aku
tak pernah menanggapi mereka, lagipula aku hanya menganggap Gizam
sebagai satu-satunya teman terdekatku. Kami sering bertukar
pikiran,makan siang bersama,dan lainnya.
Suatu saat kami sedang berada di atap sekolah sepulang
sekolah. Saat itu sangat sepi, berbeda dari hari-hari lainnya. Kami
hanya berbaring menatap awan. “Lot.” Ucapnya memecah keheningan. “Ya?
Ada apa?” Balasku seadanya. “Seandainya aku suka sama seseorang, kamu
bakal marah ga?” Tanyanya. “Hmm? Untuk apa aku marah?” Jawabku polos.
“Tapi, kalau aku bertanya hal yang sama padamu. Apa jawabanmu?”
Lanjutku. “Hmm... Mungkin. Karena kau ini istimewa untukku.” Balasnya.
“Hah? Jangan bohong deh.” Jawabku agak gugup. “Memang bohong.” Ucapnya
dengan sebuah senyuman. “Huh. Dasar!” Balasku yang entah kenapa merasa
di permainkan olehnya. Aku pun segera berdiri, namun ia juga tiba-tiba
berdiri dan menepuk kepalaku. ”Aku ga bercanda kok, kamu memang orang
yang istimewa.” Ucapnya tiba-tiba sambil tersenyum. Aku hanya terdiam
membisu dangan muka yang memerah. “Ayo pulang.” Dia pun menarik tanganku
dan mengajakku pulang. Kami pun berjalan pulang tanpa sepatah katapun
yang terucap dari bibir kami, lalu kami pun sampai di rumah Gizam. “Hmm.
Lot.” Ucapnya sesaat sebelum ia masuk ke rumahnya. “Apa?” Balasku
singkat.
“Kenapa kau tidak main saja di rumahku ini? Lagipula rumahmu
pasti masih kosong kan?” Ucapnya. Aku yang kaget mendengar pernyataannya
itu hanya dapat terdiam.
Memang rumahku masih sangat sepi bagai tak berpenghuni hingga malam
menjelang. Itu semua karena aku hanya tinggal dengan ayahku dan adiku.
Orang tuaku sudah bercerai,ya perceraian itu juga yang membuat ayahku
harus banting tulang hingga larut malam. Ia ingin menjadi kaya agar ibu
mau kembali dan keluarga kami kembali utuh. Namun kurasa itu sia-sia
karena aku juga sudah tak yakin dengan ibuku sendiri. Tak yakin dengan
alasan mereka bercerai. Ya tapi aku sudah tak memikirkan masalahku itu.
Yang pasti ini pertama kalinya aku diajak bermain ke rumah orang lain.
Aku yang tengah terdiam tiba-tiba ditarik masuk ke dalam rumahnya. Dan
aku hanya bisa terdiam malu dan masuk ke dalam rumahnya. “Nah inilah
bagian dalam rumahku. Selama ini kamu hanya lihat luarnya kan? Anggap
saja rumah sendiri ya. Tapi jangan sampai kamu buka baju sembarangan
karena kamu menganggap ini rumahmu sendiri.” Ucapnya sambil agak
menyindirku. “Sudi amat aku buka baju di sini!” Balasku sambil berlalu
ke ruangan tengah rumahnya. Rumahnya bisa di bilang sangat besar namun
tak berguna atau ‘uselessly big’. Rumah yang terlampau besar dan lebih
sering ditinggali Gizam sendirian. Karena kedua orangtua Gizam adalah
arkeolog mereka lebih sering berpergian ke luar negeri untuk mencari
peninggalan sejarah. Dan yang pasti penghasilan mereka cukup besar untuk
dapat membangun rumah sebesar ini.
“Hey Lotte. Kamu suka main RPG ga?” Ucap Gizam sambil datang dan
memasukan sebuah dvd ke sebuah console game yang biasa di sebut PS atau
PlayStation. “Umm... RPG itu apa?” Jawabku polos. Ia pun menampar
dahinya dan berkata “Ituloh Role Playing Game!” “Nnn.. Aku ga tau,
hehehe.” Balasku polos. ia pun hanya bisa menghela nafasnya dan bermain,
aku pun memperhatikan Gizam bermain dengan cukup serius. Sekitar dua
jam ia bermain, ia melirik wajahku dan mungkin ia merasakan bahwa aku
bosan. “Hey, kamu bosan ya?” Ucapnya sambil menoleh ke arahku. “Umm,
sedikit sih.” Jawabku seadanya. “Hmm, kamu tau ga? Kadang-kadang aku
ngiri sama karakter utama dari game ini.” Ucapnya sambil lanjut bermain.
“Kenapa?” Tanyaku. “Siapa yang ga iri? Kalau karakter utama itu pasti
punya banyak orang yang mencintai dia kan? Tapi dia juga selalu punya
orang yang dia cintai. Ga kaya kenyataan. Yang biasanya lebih banyak
mencintai tanpa dicintai.” Balasnya. Ucapanya memang ada benarnya.
Kehidupan nyata itu selalu tak adil,ya contoh terdekatnya adalah
orangtuaku. “Iya juga sih.” Ucapku sekenanya.
“Bokura wa nante chippoke na. Aah sonzai darou? Oroka naru koto wo
damatte. Aah mite iru dake.” Tiba-tiba lagu Need your love yang di
bawakan Do As Infinity, salah satu band jepang favoritku berdering dari
Hpku. “Hmm? Lagu darimana itu?” Tanya Gizam padaku. “Ah, anu itu Hpku.
Hehe.” Balasku yang lalu mengecek Hpku dan melihat sebuah SMS yang
isinya berupa ancaman agar aku tidak dekat-dekat dengan Gizam, aku pun
langsung menghapus SMS tersebut. Jujur sejak aku dan Gizam berteman
baik,aku sering mendapat SMS seperti itu. Namun aku tak pernah
memberitahu Gizam ataupun mengindahkan ancaman tersebut. Karena bagiku
selama Gizam tidak meninggalkanku sebagai temannya,aku pun tidak akan
meninggalkannya. “Hmm? Ada apa?” Ucap Gizam tiba-tiba,sehingga membuatku
salah tingkah dan bergegas menyimpan Hpku kembali ke saku rok. “Ahh,
tidak. Anu. Itu. Aku harus pulang.” Ucapku gugup. “Hmm? Aneh, kamu ini
kenapa sih? Ya sudah mau ku antar?” Balasnya heran. “Ti-tidak usah! Aku
pulang dulu!” Akupun bergegas berdiri dan berjalan keluar dari rumahnya,
Lalu berlari secepatnya menuju rumahku.
Setelah hari itu,kehidupanku berlangsung biasa saja. Namun
kedekatanku dengan Gizam semakin dekat,sehingga membuatku memiliki
‘Rasa’ pada Gizam. Ya meskipun aku tak pernah mengatakannya pada Gizam.
Aku hanya bisa menahan ‘Rasa’ ini dan sekaligus menahan rasa cemburu
jika ia sesekali menggoda ataupun di goda oleh gadis lain. Ya tapi aku
bisa memakluminya,lagipula aku bukan siapa-siapa untuknya. Hanya teman
baiknya. Namun itu sudah lebih dari cukup untuk menjaga perasaanku cukup
stabil. Stabil dalam arti lebih banyak sakit daripada senangnya. Dan
aku hanya bisa menjalaninya dengan sabar. Sampai suatu ketika,Gizam
memiliki kekasih tanpa sepengetahuanku. Aku yang sedang berjalan bersama
Gizam tiba-tiba di halangi sesosok gadis yang tiba-tiba menyingkirkanku
dari Gizam dan merangkul tangannya. “HEH! Jangan deket-deket pacar
aku!” Geramnya padaku.
Aku pun tercengang tak percaya,karena setahuku Gizam tidak pernah
mempunyai gadis yang istimewa di hatinya. “Gi-Giz-am. Benarkah itu? Dia
pacarmu?” Tanyaku seolah tak percaya. Gizam hanya terdiam. Pandangan
matanya hanya mengarah ke arah tanah. Seolah ia ingin mengatakan
“Maafkan aku Lotte.” “Benar! Aku ini pacarnya! Sudah kamu pergi saja!
Jangan dekati pacarku!” Tiba-tiba gadis itu menggertak dan berlalu
bersama Gizam. Aku hanya terdiam melihat mereka pergi dan menghilang
dari pandanganku. Aku tak tahu harus bergembira karena Gizam,teman
baikku memiliki seorang kekasih,atau bersedih karena orang yang berharga
bagiku telah direbut begitu saja oleh seorang gadis yang bahkan tidak
ku kenal. Lalu aku pun berlari,berlari,dan berlari. Berusaha berlari
dari kenyataan yang pahit itu. Tanpa sadar aku sudah ada di depan
rumahku. Aku terdiam, lalu aku menengok ke atas. “Hujan.” Ucapku dengan
nada sendu. Seiring dengan turunnya hujan, akupun menangis. Menangis
dengan perasaan yang sangat bergejolak di dalam dadaku.
Aku yang baru pertama kalinya patah hati itu,berusaha menahan rasa
sakit. Rasa sakit yang mungkin tak akan bisa di sembuhkan oleh siapapun.
Rasa sakit yang membuatku ingin membenci tGizam. Namun aku tetap saja
tak bisa melupakan ataupun membenci Gizam. Aku sendiri tak tau mengapa.
Aku menjalani hari demi hari dengan rasa pedih di hati sejak saat itu.
Satu,dua,tiga hari ku lalui dengan sabar. Lalu seminggu kemudian. Di
malam yang sangat sunyi, aku pergi ke sekolah. Melompati pagar tingginya
dan membobol pintu agar aku bisa masuk. Lalu aku berjalan menuju atap
sekolah. Tempat dimana aku dan Gizam sering menghabiskan waktu. “Gizam.”
Ucapku lembut dengan nada sendu. Aku pun berjalan menuju ujung pagar
dan menyanyikan sebuah lagu. Sebuah lagu yang bernama simfoni hitam yang
di bawakan oleh sherina. Lagu itu adalah curahan perasaanku kepada
Gizam. Dan pada saat aku selesai menyanyikannya dan bersiap melompat
untuk mengakhiri hidupku,Gizam datang. Dia datang dan berusaha mencegah
agar aku tidak melompat. Mungkin ia datang karena mendengar nyanyianku.
Karena selain malam itu sangat sunyi,Gizam juga biasanya belum terlelap
dan diam di atap rumahnya. Dan seperti yang kalian tahu,ia gagal
membujukku agar aku tidak melompat.
Aku yang sudah tak berdaya itu pun tiba-tiba membuka matanya. Dan hal
pertama yang aku lihat adalah wajah cemas nan lelah Gizam. “Lotte! Kamu
sudah sadar! Aku akan panggilkan dokter!” Ucap Gizam semangat.
Nampaknya usaha bunuh diriku gagal. Gizam membawaku ke rumah sakit dekat
sekolah. Aku agak menyesalinya, karena yang aku inginkan adalah
kematian. Agar rasa sakit di hati ini takkan mengganguku lagi.
”Ja-ngan.” Aku pun menarik lengan baju Gizam yang akan pergi memanggil
dokter. Ia pun menurut dan kembali duduk di sampingku. Ia hanya
tersenyum dengan wajah yang lelah melihatku yang sudah sadar. Mungkin ia
benar-benar menjagaku dari larut malam sampai aku sadar sekarang ini.
“Tapi untuk apa dia melakukan hal itu? Aku bukan siapa-siapa baginya.”
Gumamku dalam hati. Aku berusaha bangkit dari posisi terlentang menuju
duduk. Gizam pun membantuku untuk duduk. “Giz, kenapa? Kenapa kamu bawa
aku ke sini? Kenapa aku ga kamu biarin mati aja?” Tanyaku dengan suara
lemas. Dia hanya terdiam. “Aku kan bukan siapa-siapanya kamu lagi. Aku
bahkan di usir oleh pacarmu.” Lanjutku. “Lot, dia bukan pacarku lagi.
Aku. Aku. Aku cuman suka sama kamu. Ya, cuman kamu. Maafkan aku yang ga
pernah jujur padamu. Aku tau kamu juga suka padaku kan? Aku hanya di
manfaatkan gadis itu. Sebagai bahan tertawaan dan taruhan untuk
teman-temannya. Maafkan aku!” Jawab Gizam yang tiba-tiba memelukku erat.
Aku hanya bisa terdiam. Dan lalu air mataku mengalir keluar,namun kali
ini yang keluar adalah air mata kebahagiaan.
Kali ini aku mendapat pelajaran yang berharga. Pelajaran bahwa hidup
kadang senang, namun seringkali sulit. Tetapi dengan kesulitan itulah
kita masih bisa hidup dan berusaha mengubah air mata menjadi sebuah
senyuman. Tak akan ada cahaya tanpa kegelapan, tak akan ada juga senang
jika tak ada kesulitan yang kita hadapi. Nah,sekarang coba kalian pikir.
Jika di alam sana nanti bisa di bilang monotone loh. Yang masuk surga
kekal abadi senang-senang. Yang masuk neraka di siksa secara
terus-menerus. Monotone kan? Oleh karena itu jalanilah kehidupan kalian
sebaik-baiknya! Karena hidup di dunia yang fana ini cuman sekali!
No comments:
Post a Comment