tag:blogger.com,1999:blog-37407633777590425122024-03-21T19:48:22.283-07:00Fictional BreakAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/01765290391883672608noreply@blogger.comBlogger8125tag:blogger.com,1999:blog-3740763377759042512.post-67269352362680670952015-06-12T03:58:00.002-07:002015-06-12T03:58:30.029-07:00Excellence RO Fan Art! By Cryzent (R Gradefka PS)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7pdW9_MD93dP-cyk8nnkPL8I5x100KvBvc8qBGQ34er6hur3CvnXdn2cg21-Sec6G86PWjLpRYLY3p121TlnYDPMbyxqu33UPPg3x6Z6MZwCBTC7LZcPvKSIqHeS_BevWMi5KECqRwvs/s1600/EXPRO+fanart.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7pdW9_MD93dP-cyk8nnkPL8I5x100KvBvc8qBGQ34er6hur3CvnXdn2cg21-Sec6G86PWjLpRYLY3p121TlnYDPMbyxqu33UPPg3x6Z6MZwCBTC7LZcPvKSIqHeS_BevWMi5KECqRwvs/s400/EXPRO+fanart.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
This is Fan Art for Excellence RO Fan Art Event!</div>
<div style="text-align: center;">
Let's hope i win!! :p</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01765290391883672608noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3740763377759042512.post-4387989739197141382013-01-08T00:54:00.000-08:002013-01-08T00:59:58.110-08:00This is Hiryuu~ : D<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmfYAuerGxSYo-z_cmKbB-wiORhttLi2uc2rWW97iO3cHHZ-R1yfQ9dhY1K93XUZFcnsVEbq18avjchyphenhyphenEd1KxwJWIa2rGFSTc6os9cWMpzHID1dF3U_NUhtUI2dlNxdsifh59I8u_GcdA/s1600/Hiryuu.gif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmfYAuerGxSYo-z_cmKbB-wiORhttLi2uc2rWW97iO3cHHZ-R1yfQ9dhY1K93XUZFcnsVEbq18avjchyphenhyphenEd1KxwJWIa2rGFSTc6os9cWMpzHID1dF3U_NUhtUI2dlNxdsifh59I8u_GcdA/s1600/Hiryuu.gif" /></a></div>
This is also my favicon.<br />
If 'you' take a REALLY closer look at my favicon, you'll see that the favicon is actually moving like this one.<br />TRY IT!</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01765290391883672608noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3740763377759042512.post-44345929915086952372012-12-29T05:42:00.001-08:002012-12-29T08:47:23.921-08:00Unrequired Feeling -Side Story- (Indonesian Ver.)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="MsoNormal" style="text-align: left;">
<b><span lang="EN-US" style="font-size: x-small; line-height: 115%;">Well this one is created by my <i>imoutou</i> (Risuvile</span><span lang="EN-US" style="font-size: x-small; line-height: 115%;">©)</span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbDfVcrYsZ3W3_dWbS8Hc_pQdWpV7eIxDAoya4QgA9R16-0RN7PVF3u9PQQu0taPWjarbZ0xkIjwqz7zF1uky0tiaDjUjjOu8-JO0d1pmYPAWoRyeGZrrcluNd4r0-PwwnUP1bzwNnt-8/s1600/aaaaaaaaaaaaaaaaa.png" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbDfVcrYsZ3W3_dWbS8Hc_pQdWpV7eIxDAoya4QgA9R16-0RN7PVF3u9PQQu0taPWjarbZ0xkIjwqz7zF1uky0tiaDjUjjOu8-JO0d1pmYPAWoRyeGZrrcluNd4r0-PwwnUP1bzwNnt-8/s1600/aaaaaaaaaaaaaaaaa.png" height="320" width="280" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Art by : Kizuki<span lang="EN-US" style="font-size: x-small; line-height: 115%;">©</span></td></tr>
</tbody></table>
<span lang="EN-US">“Nii-chama~ Risu
pergi dulu ya~” kataku seraya berjalan, membiarkan rambut hitamku menari di
udara. Sambil melangkah kecil, aku meninggalkan sosok pria yang terlihat
beribawa itu di teras rumah. Zeon, ya Zeon Grantz, kakakku. Entah apa yang ia
pikirkan. Yang kutahu hanya terlalu banyak hal tidak kutahu darinya. Begitu
banyak sampai-sampai aku tak tahu harus melakukan apa bila sedang bersamanya.
Apa yang harus kukatakan saat bersamanya. Aku hanya bisa tersenyum dan berusaha
menebak apa yang ia pikirkan saat bersamaku atau berbicara padaku. Tapi, kukira
dia pasti bisa menebaknya, mengingat dia yang sudah terlalu banyak tahu tentang
sifatku dan semua tentangku. Tapi satu sisi, kekhawatiran itu datang saat
langkahku mulai menjauh dari tempat yang kusebut rumah, aku tak mau pergi, aku
ingin dia bersamaku, selalu. Aku selalu nyaman bila bersamanya. Sebaliknya,
jika ia tak disampingku aku takut dia pergi. Aku takut. Sangat takut. Namun,
apa ia mengerti? Aku juga tidak pernah bisa mendapatkan jawabannya. Mungkin aku
yang tidak peka.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">“Ris! Ayo sini
sarapan! Nii udah buatin masakan kesukaan kamu!” Teriakkan yang keras itu
kuabaikan, aku tahu ia pasti marah. Tetapi, aku tidak bisa meninggalkan ini.
Kubuka lemariku, semua lemariku, kulempar semua baju yang ada disana keluar
lemari, entah dimana posisi mereka sekarang, yang kutahu aku hanya mencari baju
cosplay kesayanganku. Baju yang kudapat dari kakakku, Zeon. Kakak yang teramat
kusayangi, baju cosplay yang tidak sederhana yang ia dapat dari hasil
pemikirannya sendiri. Ya, dia mendesainkan sendiri baju itu, semalaman. Lalu
merelakan uang jajannya terakhirnya, untuk membayar biaya menjahit kostumku,
tanpa aku tahu. Karena , waktu itu aku menangis menginginkan sebuah kostum baru
untuk mengikuti lomba yang sudah kuimpi-impikan selama 1 tahun. Aku sadar aku
egois, terlalu egois dan aku menyesali semua itu. Tapi, aku tidak menyesal
mempunyai baju itu. Namun sekarang? Penyesalan itu datang lagi, baju itu
hilang, entah dimana. Aku ini memang orang yang ceroboh dalam menyimpan barang.
Air mataku menetes. Sambil terus mencari baju kesayanganku itu. Tanganku mulai
bergerak lebih cepat untuk membongkar semua barangku di lemari seraya air
mataku yang lebih deras menetes.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">“Risuvile
Grantz!” Teriak pria yang kupanggil ‘Nii-chama’</span></div>
<span lang="EN-US">“APA CHAMA?!
RISU LAGI CARI KOSTUM TAU!” balasku berlaga kesal sambil berusaha menutupi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>air mataku. Aku harap dia tidak melihat itu
dan secepat mungkin kuhapus air mataku. Bayangan kakakku mulai hilang dari
depan pintu kamarku. Aku tahu dia kesal dan memutuskan untuk turun
meninggalkanku. Aku segera pergi ke kamar mandi di kamarku, membasuh wajahku,
lalu mengeringkannya dengan handuk. Berharap aku dapat menyembunyikan semuanya.
Aku lalu turun kebawah menyusul kakakku, aku tidak mau dia marah.</span><br />
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">“Nii-chama. Kostum Risu ilang.” kataku
manja, tapi aku tak mendapati respon apa pun.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">“Nii-chama, jangan ngambek.” Nada manjaku
tak berhenti keluar berharap mendapatkan respon, sekedar ‘anggukan’ pun tak
apa. Namun, hasilnya masih nihil.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">“Chama ih, jangan ngambek. Risu kissu loh!”
ancamku yang kali ini membuahkan hasil.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">“Ga takut. Suruh
siapa jorok sama barang sendiri. Udah sana sarapan. Bentar lagi mau pergi ke
event kan?” balasnya singkat tapi sedikit membuat air mataku ingin mengalir
lagi. Aku melangkah menuju dapur dengan wajah cemberut. Tak lama setelah aku
duduk dan mulai makan ia menghampiriku, mengelus rambutku lembut dan selalu
membuatku lebih nyaman, lalu duduk disampingku. Aku makan sambil berusaha
memikirkan apa yang harus kulakukan sekarang? Aku lalu menemukan selembar
kertas dengan gambar didekat tempatku makan, yang entah sebenarnya gambar apa
aku pun tak tahu.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">“Chama, chama! Nanti Risu mau cosu ini
boleh yah?!” kataku yang akhirnya mendapat topik pembicaraan. Aku tak mau
berlama-lama bertengkar dengan kakak kesayanganku.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">“Hmm. Sebenernya sh nii ga setuju. Tapi ya,
terserah deh”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">“Huh! Chama
jawabnya terserah mulu!” timpalku sebal. Dia hanya tertawa kecil karena respon
yang ia dapat dariku. Tapi aku senang ia masih menjawabku. Aku takut kalau ia
benar-benar tak mau bicara denganku lagi. Orang tuaku? Mereka entah dimana
sekarang. Mereka meninggalkan aku dan kak Zeon waktu kecil.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Membuatku merasa tak ada lagi yang menyayangiku
kecuali kakakku. Rasa sayang itu semakin menjadi, entah sejak kapan, membuatku
benci jika kakakku bersama wanita lain. Oleh karena itu aku tak pernah
tersenyum pada wanita yang bersamanya, aku selalu diam tanpa memberikan respon
pada wanita-wanita tidak penting itu. Aku benci, sangat sampai-sampai kadang
aku marah kalau kak Zeon membawa wanita kerumah, aku lebih memilih diam dikamar
dan memasang musik keras-keras,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan
menangis. Entah mengapa rasanya sesak dan perih jika kakakku membawa wanita
lain. Merutuk dan berharap wanita itu segera pergi dari rumahku, bahkan musnah
dari bumi, . itu yang selalu aku lakukan. Aku selalu bilang pada kakakku, Jika
kak Zeon memiliki kekasih maka aku juga akan memiliki kekasih. Aku tak akan
benar-benar melakukannya, hanya mengancam. Karena, aku terlampau sayang pada
kakak, aku tak ingin dia dimiliki orang lain. Aku bahkan lebih memilih untuk
menjadi wanita tua tanpa kekasih dan hidup bersama kak Zeon, dari pada harus
menikah dan berpisah dari kak Zeon. Tapi, entah mengapa ia benar- benar tak
memiliki kekasih sampai sekarang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">“Chama, Risu
pergi dulu ya.” Aku melangkah kecil melewati pintu depan dan menghilang dari
pandangan kakakku. Tangisku meleleh lagi. Aku benar-benar tak bisa menahannya.
Perih dan sesak di dadaku semakin menjadi, ingin rasanya berteriak. Aku lalu
pergi ke taman tempat biasa aku dan kakak main dulu. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kuputuskan untuk tidak pergi ke event, mana
mungkin aku bisa pergi dengan keadaan seperti ini?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">Ketika sampai
aku hanya bisa melihat bayangan aku dan kak Zeon dulu sewaktu kecil. Aku duduk
di ayunan tempat biasa kak Zeon mendorong lembut ayunanku agar aku bisa tertawa
dan senang. Kuhapus beberapa kali air mataku. Tapi mereka tak berhenti, badanku
gemetar, pikiranku kacau. Aku menangis, ketika memikirkan suatu hari kakakku
harus dimiliki orang lain dan meninggalkanku. Aku tak mau. Aku tak bisa hidup
tanpa kak Zeon, dia terlampau berharga untukku, aku lebih memilih mati dari
pada harus melihatnya bersama orang lain dan meninggalkanku sendiri. Tangisku
pecah, aku menangis sebisaku. Aku tak perduli jika ada yang melihatku, hatiku
sakit, aku tak tahu harus berbuat apa. Apa aku telah jatuh cinta pada kakakku
sendiri? Tapi, apa yang kakak rasakan padaku. Pertanyaan aneh dan
pikiran-pikiran buruk mulai mendatangiku. Membuat aku semakin tak tenang,
kuambil Risele dari tasku, dan kupeluk berharap akan membuatku lebih nyaman.
Risele adalah sebuah boneka kelinci yang kak Zeon beri saat hadiah ulang
tahunku yang ke lima, aku selalu memeluk Risele jika aku sedih, tapi kali ini
tak bisa. Hanya kakakku yang bisa membuatku tenang.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span style="mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span></span><span lang="EN-US">Lima jam lebih kupakai hanya untuk menangis. Sore hari mendatangiku
seolah mengajakku pulang. Tapi, wajah seperti apa yang harus kupasang saat
bertemu kakak? Aku tak bisa menyembunyikan semua ini lagi. Kuseret kakiku untuk
melangkah, langkah gontaiku terus berlanjut hingga aku sampai didepan rumah.
Aku terdiam didepan pintu, menghapus air mat sebisaku dan memasukan Risele ke
tasku. Membuat seakan semuanya baik-baik saja, tapi ku yakin hasilnya nihil
kali ini.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span style="mso-ansi-language: IN;">Tak lama setelah aku menekan bel rumah kakakku membukakan pintu dan
menatapku, dan kuyakin kakakku pasti menyadari ada yang salah denganku saat
itu. </span><span lang="EN-US">Aku memutuskan untuk tidak berbicara apa pun
sebelum air mataku jatuh lagi di depan kakak. Aku bergegas pergi kekamarku dan
mengunci pintu. Kulihat kamarku sudah tertata rapih, dan kuyakin juga kakakku
yang merapikan semuanya.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kuganti bajuku
dengan piyama sore itu, dan sedikit pun aku tak beranjak dari kamarku hingga
malam. Aku duduk di pinggir kasurku lalu menatap kearah meja yang aja di sebelah
kasurku dan mendapati foto itu. Foto cosplay pertamaku bersama kak Zeon. Air
mataku mengalir lagi tanpa kusadari. Kupegang foto itu lalu kupeluk erat-erat
“Nii-chama, Risu sayang banget sama Nii. Jangan tinggalin Risu.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Risu gak mau.” Aku bicara sendiri saat itu.
Berusaha menenangkan diri dan mencoba tidur dengan membiarkan foto itu tetap
tergeletak di kasurku. Nihil, rasa sakit ini tak mau hilang. Kuberanikan diriku
menuju kamar kakak dan mengetuk pintu.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">“Chama ini Risu. Risu mau tidur sama
chama.” Aku bekata sebisaku.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">“Masuk aja.”
Jawab suara didalam sana. Aku lalu masuk dan bebaring disebelah kakakku.
Kutatap mata kakakku dan aku semakin menyadari bahwa aku sangat sayang pada
kakakku. Aku tidak siap dan tak kan pernah siap kehilangan pancaran matanya,
pelukannya, suaranya, semuanya. Aku tak sanggup. Kuhabiskan banyak waktu untuk
menatap setiap setiap inchi wajahnya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US">“Risu mau
ngomong.” Suaraku yang tertahan akhirnya keluar dan mendapat sebuah respon
anggukan dari kakakku.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">“Sebenernya Risu…”<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kata-kataku terputus karena menahan air
mataku.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">“Sebenernya ap—“ kupotong kalimat sempurna
kakakku. Aku membiarkan bibir lembut kakak bertemu dengan bibirku, berharap dia
merasakan apa yang kurasakan sekarang, kemarin, atau esok dan seterusnya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">“Risu sayang chama!” Ucapku setelah
melepaskan ciuman singkat kami. Aku memeluknya erat dan membenamkan kepalaku di
dada kakak.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">“Nii juga, nii sayang Risu.” Katanya seraya
mengelus rambutku lembut, membuatku nyaman untuk tidur, selalu seperti itu. Aku
tak perduli jika kakak tak mengerti perasaan aneh milikku ini, yang kutahu
hanya “Aku cinta chama” Kubiarkan diriku terlelap dalam pelukannya, hangat. Aku
tak mau ini berakhir, kuharap Tuhan membiarkan aku merasakan ini sampai baterai
hidupku habis nanti. </span></div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01765290391883672608noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3740763377759042512.post-76057759315995998862012-12-29T05:30:00.001-08:002012-12-29T05:45:28.340-08:00Unrequited Feeling (Indonesian Ver.)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<b>It's rather emotional & short. Many typo (i guess?)</b><br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
Nii-chama~ Risu pergi dulu ya~
dengan santainya gadis berambut hitam panjang itu pergi meninggalkan aku yang
tengah termenung di tempat yang di sebut teras rumah. Dia pergi seolah-olah aku
yang notabene kakaknya tidak peduli ataupun cemas akan kepergiannya. Seiring
dengan suara langkah kaki kecilnya yang mulai menjauh pikiranku semakin kacau.
Kekhawatiran menyelimuti hatiku. Aku tak tahu harus berbat apa. Bagaimanapun
aku hanya kakaknya, bukan kekasihnya, ataupun masternya. Aku hanya bisa pasrah
dengan memasang poker face andalanku.<br />
Kapan ia akan menyadarinya?<br />
Jawabannya tak pernah kutemukan.<br />
<br />
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>'Ris!
Ayo sini sarapan! Nii udah buatin masakan kesukaan kamu!' Teriakanku yang
harusnya terdengar sampai lantai dua di rumah sederhana ini sama sekali tak
berbalas. Berkali-kali aku berteriak mencoba menggapai Risu yang kurasa sedang
berada di alam mimpi, dengan hasil yang bisa di bilang nihil. Aku yang mulai
putus asa beranjak menuju kamar Risu yang berada di lantai dua. Sesampainya di
sana yang aku lihat hanyalah baju-baju cosplay risu berterbangan keseluruh
penjuru ruangan. 'Risuvile grantz!' Teriakku kesal. 'APA CHAMA?! RISU LAGI CARI
KOSTUM TAU!' Balas Risu yang kesal. Aku tahu dia tidak suka di teriaki. Tapi
kelakuannya kali ini sudah membuat kesabaranku berada di ambang batas. Aku yang
kesal memilih turun dan diam di ruang tamu. Tak lama kemudian Risu pun turun
dan lalu berkata dengan manja. 'Nii-chama. Kostum Risu ilang.' Aku hanya
terdiam.'Nii-chama, jangan ngambek.' lanjutnya dengan manja. Dan aku masih
diam. 'Chama ih, jangan ngambek. Risu kisu loh!' Lanjutnya sedikit mengancam.
'Ga takut. Suruh siapa jorok sama barang sendiri. Udah sana sarapan. Bentar
lagi mau pergi ke event kan?' Balasku singkat jelas dan padat. Risu hanya
cemberut sambil pergi ke dapur untuk sarapan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
Akupun menghela nafasku.
Bagaimanapun aku tak pernah bisa setega itu pada adikku yang satu ini. Aku
berjalan mendekatinya dan mengelus rambut Risu dengan lembut, dan setelah itu
duduk di sampingnya. 'Chama, chama! Nanti Risu mau cosu ini boleh yah?!' Tanya
Risu memecah keheningan yang menandakan dia sudab merasa baikan. 'Hmm.
Sebenernya sih nii ga setuju. Tapi ya terserah deh.' Balasku sekenanya. 'Huh!
Chama jawabnya terserah mulu!' Balas Risu kesal. Aku hanya bisa tertawa kecil.
Sejujurnya aku sama sekali tidak suka jika Risu menjadi cosplayer. Tapi aku
selalu menyingkirkan egoku agar dia tetap merasa nyaman bersamaku dan aku tetap
bisa melihat senyumnya. Orang tua kami yang telah menelantarkan kami sejak
kecil membuat aku semakin sayang kepada Risu. Keluargaku satu-satunya. Mungkin
terlalu sayang. Terlampau sauang sehingga kadang terasa sesak ketika
membayangkan Risu di foto saat cosplay dan foto itu jadi santapan publik. Entah
itu namanya cemburu atau apa. Tapi yang jelas, aku sangat takut kehilangan
Risu. Meskipun aku tahu, bahwa suatu saat nanti dia akan punya kekasih dan
berkeluarga dan ya, mungkin meninggalkanku bersama kesendirianku.</div>
<a name='more'></a><div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
Dan meskipun di usiaku yang sudah
20 tahun, aku sama sekali tidak tertarik untuk menjalin hubungan asmara dengan
siapapun. Risu bilang jika aku memiliki kekasih maka dia juga akan memiliki
kekasih. Mungkin itu hanya bercanda, tapi mungkin itu pula yang membuatku tidak
mau mencari sesosok kekasih. Aku terlalu sayang pada Risu untuk menyerahkannya
pada orang lain. 'Chama, Risu pergi dulu ya.' Ucap Risu sambil berlalu melewati
pintu depan dan menghilang dari pandanganku. Meninggalkanku bersama
kesendirianku. Akupun bergerak menuju kamar Risu yang sudah pasti berantakan
dengan kostumnya. Sesampain di kamar Risu, aku melihat koleksi piala miliknya
yang tersusun rapih dan bersih. 'Dia benar-benar menyukai cosplay ya...'
Gumamku sendu. Aku berusaha membuang jauh pikiranku yang mulai kacau dengan
cara membersihkan dan merapihkan kamar Risu. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
Setelah cukup lama merapihkan
kostum yang sudah ada di sana-sini. Gerakanku terhenti oleh sepasang kostum
yang sangat kukenal. Kostum pertama Risu. Aku membawa kostum itu dan lalu
melihat sekeliling. Berharap ada sesuatu hal yang harusnya ia masih simpan. Dan
hasilnya, aku menemukannya berada di balik piala-piala Risu. Fotoku bersama
Risu di saat dia pertama kali cosplay. Aku pun membuka lemari kaca tempat
pigura foto itu tersimpan. Dengan perlahan aku memgambil foto tersebut. Tanpa
kusadari dadaku mulai terasa sesak, mataku terasa perih. Hingga akhirnya air
mataku membasahi foto tersebut.Aku tak kuasa menahan airmataku yang semakin
deras mengalir. Aku takut kehilangan Risu, sangat takut. Aku memeluk erat
kostum yang kubawa, aku masih dapat mencium harum tubuh Risu yang menempel di
kostum itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kini aku tak dapat memungkirinya. Aku telah
jatuh cinta pada adikku sendiri. Tapi bagaimana dengan perasan Risu? Semakin
jauh aku memikirkannya semakin terasa sakit, dan semakin membuat air mataku
mengalir. Tangisanku baru bisa terhenti ketika Risu pulang di sore hari. Aku
segera berbenah lagi lalu aku turun dan membukakan pintu untuk Risu. Dia
terlihat sangat lelah. Tetapi ada sesuatu yang salah dengannya. Dia hanya diam
saja dan tak berbicara sepatah katapun. Keheningan itu berlanjut hingga malam.
Kami pun akhirnya tetap saling diam hingga kami terlelap di kamar kami
masing-masing.<br />
<br style="mso-special-character: line-break;" /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
'Chama ini Risu. Risu mau tidur
sama chama.' Suara sendu datang dari arah pintu kamarku. 'Masuk aja.' Jawabku
yang masih setengah tertidur. Dia lalu masuk dan berbaring di sebelahku. Dia
menatapku cukup lama sampai akhirnya dia berkata 'Risu mau ngomong.' Aku yang
masih belum benar-benar sadar hanya mengangguk. 'Sebenernya Risu...' Ucap Risu
dengan nada menurun. 'Sebenernya ap...' Ucapanku terhenti ketika bibir Risu
menempel kepada bibirku. 'Risu sayang chama!' Ucapnya lantang seraya ia
memelukku erat dan membenamkan kepalanya di dadaku. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
Aku yang kaget, senang, dan
bingung. Semua perasaan itu bercampur menjadi satu. Akupun mengelus rambutnya
dengan lembut dan berkata 'Nii juga, nii sayang Risu.' dan akhirnya kami
berduapun terlelap bersama dengan pikiran kami masing-masing. Aku tidak tahu
apa yang merasukinya atau apa yang sebenarnya ia pikirkan. Yang aku tahu. Aku
mencintainya dan aku tak peduli jika ini cinta yang tak berbalas. Aku tak peduli
jika dia takkan pernah mengerti perasaanku, kekhawatiranku, ataupun
ketakutanku. Aku tak peduli jika dia tidak akan pernah berhenti cosplay. Aku
akan tetap mencintainya dan tetap menyimpan semua kekhawatiranku sendiri.</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01765290391883672608noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3740763377759042512.post-75454856283327159922012-12-29T05:11:00.002-08:002012-12-29T05:45:08.762-08:00Unbearable Pain (Indonesia Ver.)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div style="text-align: justify;">
<b>This come from a long time ago. sorry if this one isn't so good. u_u</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Lotte! Sedang apa kamu di situ?! Ayo cepat turun!” Teriak seseorang
yang melihatku sedang berusaha melompat turun dari atap sekolah. “Jangan
harap aku akan turun Giz!” aku berteriak balik pada Gizam yang mungkin
satu-satunya yang bisa kusebut teman. “Aku... aku... aku ingin
menghentikan penderitaanku ini!” Lanjutku dengan nada yang cukup sedih.
“Tapi bukan gini caranya Lot! Bukan gini!” Balasnya. “DIAM! Kamu.. kamu
ga tau! Apa yang udah aku jalani selama ini! Kamu gatau sebesar apa luka
di hatiku ini!” Teriakanku kali ini dapat membuatnya terdiam dan hanya
memandangiku saja dari belakang. Aku pun segera berbalik dan melompat.
“LOTTE!! TIDAK!!” Teriakannya adalah hal terakhir yang kudengar sebelum
akhirnya aku jatuh dan tergeletak tak berdaya di tanah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kalian pasti bingung kan mengapa aku melakukan hal
bodoh yang bisa membunuhku seperti itu? Ya, sebaiknya kalian ku beritahu
dari awal kehidupanku di SMA swasta Glitz ini. Kebanyakan orang di SMA
ini adalah orang berada,berkecukupan,dan memiliki segudang kemampuan dan
aktivitas. Berbeda denganku yang bisa di bilang culun,tidak pandai
bergaul,dan mungkin bisa di bilang aneh. Akan tetapi aku tetaplah
seorang gadis biasa yang tak bisa bertahan sendiri. Hari-hariku di SMA
ini dipenuhi dengan cemoohan dan rasa sirik dari siswa lain, mungkin itu
di karenakan aku bisa masuk ke SMA ini dengan bantuan beasiswa. Tidak
seperti murid yang lainnya. Dan untuk ukuran orang aneh sepertiku
kepintaranku bisa di bilang berlebih, hal itu membuatku semakin sulit
untuk bergaul. Aku mengawali kehidupan di sekolah ini di kelas yang
isinya anak-anak berandalan yang sepertinya kurang mendapat perhatian
dari kedua orangtuanya. Kelas yang berisik,tidak berprestasi dan cukup
kotor. Meskipun aku yakin mereka bisa saja menyewa pelayan untuk
membersihkan kelas,aku tetap tidak yakin kelas ini akan bersih.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Selama di kelas satu aku selalu mendapat nilai bagus
dan tentu hal itu membuatku tak mempunyai siapapun yang bisa kusebut
teman. Setiap harinya pun aku hanya datang dan pergi kesekolah mulai
dari bel masuk sampai bel pulang berbunyi. Tak pernah sedetikpun aku
berlama-lama di sekolah. Namun semenjak memasuki kelas dua, kehidupanku
di sekolah mulai membaik. Aku mulai berteman dengan seseorang, dialah
Gizam. Dan rupanya selain Gizam itu baik hati, dia juga cukup terkenal
di sekolah ini. Semenjak aku berteman dengannya sebagian dari temannya
juga menjadi temanku. Namun tak sedikit juga yang baru ataupun masih
membenciku karena nilaiku dan kedekatanku dengannya. Meskipun begitu aku
tak pernah menanggapi mereka, lagipula aku hanya menganggap Gizam
sebagai satu-satunya teman terdekatku. Kami sering bertukar
pikiran,makan siang bersama,dan lainnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu saat kami sedang berada di atap sekolah sepulang
sekolah. Saat itu sangat sepi, berbeda dari hari-hari lainnya. Kami
hanya berbaring menatap awan. “Lot.” Ucapnya memecah keheningan. “Ya?
Ada apa?” Balasku seadanya. “Seandainya aku suka sama seseorang, kamu
bakal marah ga?” Tanyanya. “Hmm? Untuk apa aku marah?” Jawabku polos.
“Tapi, kalau aku bertanya hal yang sama padamu. Apa jawabanmu?”
Lanjutku. “Hmm... Mungkin. Karena kau ini istimewa untukku.” Balasnya.
“Hah? Jangan bohong deh.” Jawabku agak gugup. “Memang bohong.” Ucapnya
dengan sebuah senyuman. “Huh. Dasar!” Balasku yang entah kenapa merasa
di permainkan olehnya. Aku pun segera berdiri, namun ia juga tiba-tiba
berdiri dan menepuk kepalaku. ”Aku ga bercanda kok, kamu memang orang
yang istimewa.” Ucapnya tiba-tiba sambil tersenyum. Aku hanya terdiam
membisu dangan muka yang memerah. “Ayo pulang.” Dia pun menarik tanganku
dan mengajakku pulang. Kami pun berjalan pulang tanpa sepatah katapun
yang terucap dari bibir kami, lalu kami pun sampai di rumah Gizam. “Hmm.
Lot.” Ucapnya sesaat sebelum ia masuk ke rumahnya. “Apa?” Balasku
singkat.</div>
<a name='more'></a>“Kenapa kau tidak main saja di rumahku ini? Lagipula rumahmu
pasti masih kosong kan?” Ucapnya. Aku yang kaget mendengar pernyataannya
itu hanya dapat terdiam.<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Memang rumahku masih sangat sepi bagai tak berpenghuni hingga malam
menjelang. Itu semua karena aku hanya tinggal dengan ayahku dan adiku.
Orang tuaku sudah bercerai,ya perceraian itu juga yang membuat ayahku
harus banting tulang hingga larut malam. Ia ingin menjadi kaya agar ibu
mau kembali dan keluarga kami kembali utuh. Namun kurasa itu sia-sia
karena aku juga sudah tak yakin dengan ibuku sendiri. Tak yakin dengan
alasan mereka bercerai. Ya tapi aku sudah tak memikirkan masalahku itu.
Yang pasti ini pertama kalinya aku diajak bermain ke rumah orang lain.
Aku yang tengah terdiam tiba-tiba ditarik masuk ke dalam rumahnya. Dan
aku hanya bisa terdiam malu dan masuk ke dalam rumahnya. “Nah inilah
bagian dalam rumahku. Selama ini kamu hanya lihat luarnya kan? Anggap
saja rumah sendiri ya. Tapi jangan sampai kamu buka baju sembarangan
karena kamu menganggap ini rumahmu sendiri.” Ucapnya sambil agak
menyindirku. “Sudi amat aku buka baju di sini!” Balasku sambil berlalu
ke ruangan tengah rumahnya. Rumahnya bisa di bilang sangat besar namun
tak berguna atau ‘uselessly big’. Rumah yang terlampau besar dan lebih
sering ditinggali Gizam sendirian. Karena kedua orangtua Gizam adalah
arkeolog mereka lebih sering berpergian ke luar negeri untuk mencari
peninggalan sejarah. Dan yang pasti penghasilan mereka cukup besar untuk
dapat membangun rumah sebesar ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Hey Lotte. Kamu suka main RPG ga?” Ucap Gizam sambil datang dan
memasukan sebuah dvd ke sebuah console game yang biasa di sebut PS atau
PlayStation. “Umm... RPG itu apa?” Jawabku polos. Ia pun menampar
dahinya dan berkata “Ituloh Role Playing Game!” “Nnn.. Aku ga tau,
hehehe.” Balasku polos. ia pun hanya bisa menghela nafasnya dan bermain,
aku pun memperhatikan Gizam bermain dengan cukup serius. Sekitar dua
jam ia bermain, ia melirik wajahku dan mungkin ia merasakan bahwa aku
bosan. “Hey, kamu bosan ya?” Ucapnya sambil menoleh ke arahku. “Umm,
sedikit sih.” Jawabku seadanya. “Hmm, kamu tau ga? Kadang-kadang aku
ngiri sama karakter utama dari game ini.” Ucapnya sambil lanjut bermain.
“Kenapa?” Tanyaku. “Siapa yang ga iri? Kalau karakter utama itu pasti
punya banyak orang yang mencintai dia kan? Tapi dia juga selalu punya
orang yang dia cintai. Ga kaya kenyataan. Yang biasanya lebih banyak
mencintai tanpa dicintai.” Balasnya. Ucapanya memang ada benarnya.
Kehidupan nyata itu selalu tak adil,ya contoh terdekatnya adalah
orangtuaku. “Iya juga sih.” Ucapku sekenanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Bokura wa nante chippoke na. Aah sonzai darou? Oroka naru koto wo
damatte. Aah mite iru dake.” Tiba-tiba lagu Need your love yang di
bawakan Do As Infinity, salah satu band jepang favoritku berdering dari
Hpku. “Hmm? Lagu darimana itu?” Tanya Gizam padaku. “Ah, anu itu Hpku.
Hehe.” Balasku yang lalu mengecek Hpku dan melihat sebuah SMS yang
isinya berupa ancaman agar aku tidak dekat-dekat dengan Gizam, aku pun
langsung menghapus SMS tersebut. Jujur sejak aku dan Gizam berteman
baik,aku sering mendapat SMS seperti itu. Namun aku tak pernah
memberitahu Gizam ataupun mengindahkan ancaman tersebut. Karena bagiku
selama Gizam tidak meninggalkanku sebagai temannya,aku pun tidak akan
meninggalkannya. “Hmm? Ada apa?” Ucap Gizam tiba-tiba,sehingga membuatku
salah tingkah dan bergegas menyimpan Hpku kembali ke saku rok. “Ahh,
tidak. Anu. Itu. Aku harus pulang.” Ucapku gugup. “Hmm? Aneh, kamu ini
kenapa sih? Ya sudah mau ku antar?” Balasnya heran. “Ti-tidak usah! Aku
pulang dulu!” Akupun bergegas berdiri dan berjalan keluar dari rumahnya,
Lalu berlari secepatnya menuju rumahku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah hari itu,kehidupanku berlangsung biasa saja. Namun
kedekatanku dengan Gizam semakin dekat,sehingga membuatku memiliki
‘Rasa’ pada Gizam. Ya meskipun aku tak pernah mengatakannya pada Gizam.
Aku hanya bisa menahan ‘Rasa’ ini dan sekaligus menahan rasa cemburu
jika ia sesekali menggoda ataupun di goda oleh gadis lain. Ya tapi aku
bisa memakluminya,lagipula aku bukan siapa-siapa untuknya. Hanya teman
baiknya. Namun itu sudah lebih dari cukup untuk menjaga perasaanku cukup
stabil. Stabil dalam arti lebih banyak sakit daripada senangnya. Dan
aku hanya bisa menjalaninya dengan sabar. Sampai suatu ketika,Gizam
memiliki kekasih tanpa sepengetahuanku. Aku yang sedang berjalan bersama
Gizam tiba-tiba di halangi sesosok gadis yang tiba-tiba menyingkirkanku
dari Gizam dan merangkul tangannya. “HEH! Jangan deket-deket pacar
aku!” Geramnya padaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku pun tercengang tak percaya,karena setahuku Gizam tidak pernah
mempunyai gadis yang istimewa di hatinya. “Gi-Giz-am. Benarkah itu? Dia
pacarmu?” Tanyaku seolah tak percaya. Gizam hanya terdiam. Pandangan
matanya hanya mengarah ke arah tanah. Seolah ia ingin mengatakan
“Maafkan aku Lotte.” “Benar! Aku ini pacarnya! Sudah kamu pergi saja!
Jangan dekati pacarku!” Tiba-tiba gadis itu menggertak dan berlalu
bersama Gizam. Aku hanya terdiam melihat mereka pergi dan menghilang
dari pandanganku. Aku tak tahu harus bergembira karena Gizam,teman
baikku memiliki seorang kekasih,atau bersedih karena orang yang berharga
bagiku telah direbut begitu saja oleh seorang gadis yang bahkan tidak
ku kenal. Lalu aku pun berlari,berlari,dan berlari. Berusaha berlari
dari kenyataan yang pahit itu. Tanpa sadar aku sudah ada di depan
rumahku. Aku terdiam, lalu aku menengok ke atas. “Hujan.” Ucapku dengan
nada sendu. Seiring dengan turunnya hujan, akupun menangis. Menangis
dengan perasaan yang sangat bergejolak di dalam dadaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku yang baru pertama kalinya patah hati itu,berusaha menahan rasa
sakit. Rasa sakit yang mungkin tak akan bisa di sembuhkan oleh siapapun.
Rasa sakit yang membuatku ingin membenci tGizam. Namun aku tetap saja
tak bisa melupakan ataupun membenci Gizam. Aku sendiri tak tau mengapa.
Aku menjalani hari demi hari dengan rasa pedih di hati sejak saat itu.
Satu,dua,tiga hari ku lalui dengan sabar. Lalu seminggu kemudian. Di
malam yang sangat sunyi, aku pergi ke sekolah. Melompati pagar tingginya
dan membobol pintu agar aku bisa masuk. Lalu aku berjalan menuju atap
sekolah. Tempat dimana aku dan Gizam sering menghabiskan waktu. “Gizam.”
Ucapku lembut dengan nada sendu. Aku pun berjalan menuju ujung pagar
dan menyanyikan sebuah lagu. Sebuah lagu yang bernama simfoni hitam yang
di bawakan oleh sherina. Lagu itu adalah curahan perasaanku kepada
Gizam. Dan pada saat aku selesai menyanyikannya dan bersiap melompat
untuk mengakhiri hidupku,Gizam datang. Dia datang dan berusaha mencegah
agar aku tidak melompat. Mungkin ia datang karena mendengar nyanyianku.
Karena selain malam itu sangat sunyi,Gizam juga biasanya belum terlelap
dan diam di atap rumahnya. Dan seperti yang kalian tahu,ia gagal
membujukku agar aku tidak melompat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku yang sudah tak berdaya itu pun tiba-tiba membuka matanya. Dan hal
pertama yang aku lihat adalah wajah cemas nan lelah Gizam. “Lotte! Kamu
sudah sadar! Aku akan panggilkan dokter!” Ucap Gizam semangat.
Nampaknya usaha bunuh diriku gagal. Gizam membawaku ke rumah sakit dekat
sekolah. Aku agak menyesalinya, karena yang aku inginkan adalah
kematian. Agar rasa sakit di hati ini takkan mengganguku lagi.
”Ja-ngan.” Aku pun menarik lengan baju Gizam yang akan pergi memanggil
dokter. Ia pun menurut dan kembali duduk di sampingku. Ia hanya
tersenyum dengan wajah yang lelah melihatku yang sudah sadar. Mungkin ia
benar-benar menjagaku dari larut malam sampai aku sadar sekarang ini.
“Tapi untuk apa dia melakukan hal itu? Aku bukan siapa-siapa baginya.”
Gumamku dalam hati. Aku berusaha bangkit dari posisi terlentang menuju
duduk. Gizam pun membantuku untuk duduk. “Giz, kenapa? Kenapa kamu bawa
aku ke sini? Kenapa aku ga kamu biarin mati aja?” Tanyaku dengan suara
lemas. Dia hanya terdiam. “Aku kan bukan siapa-siapanya kamu lagi. Aku
bahkan di usir oleh pacarmu.” Lanjutku. “Lot, dia bukan pacarku lagi.
Aku. Aku. Aku cuman suka sama kamu. Ya, cuman kamu. Maafkan aku yang ga
pernah jujur padamu. Aku tau kamu juga suka padaku kan? Aku hanya di
manfaatkan gadis itu. Sebagai bahan tertawaan dan taruhan untuk
teman-temannya. Maafkan aku!” Jawab Gizam yang tiba-tiba memelukku erat.
Aku hanya bisa terdiam. Dan lalu air mataku mengalir keluar,namun kali
ini yang keluar adalah air mata kebahagiaan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kali ini aku mendapat pelajaran yang berharga. Pelajaran bahwa hidup
kadang senang, namun seringkali sulit. Tetapi dengan kesulitan itulah
kita masih bisa hidup dan berusaha mengubah air mata menjadi sebuah
senyuman. Tak akan ada cahaya tanpa kegelapan, tak akan ada juga senang
jika tak ada kesulitan yang kita hadapi. Nah,sekarang coba kalian pikir.
Jika di alam sana nanti bisa di bilang monotone loh. Yang masuk surga
kekal abadi senang-senang. Yang masuk neraka di siksa secara
terus-menerus. Monotone kan? Oleh karena itu jalanilah kehidupan kalian
sebaik-baiknya! Karena hidup di dunia yang fana ini cuman sekali!</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01765290391883672608noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3740763377759042512.post-44199007578051730742012-12-28T07:49:00.005-08:002012-12-28T07:51:57.434-08:00The Wind<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6btABz9AOn4UwWt33ETAOIYfKG9EEi4tXYYKaqPwljxVwgPaeY0XYr5tC-hpiSPHnBRDln_4K2LEVWgpQLakvA5M7gv9kfMVbhhjIhiPlP-bWT9dXqTmUZBARjg4_8ANQGHMfHrsTXEk/s1600/windbyzuki1.png" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="222" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6btABz9AOn4UwWt33ETAOIYfKG9EEi4tXYYKaqPwljxVwgPaeY0XYr5tC-hpiSPHnBRDln_4K2LEVWgpQLakvA5M7gv9kfMVbhhjIhiPlP-bWT9dXqTmUZBARjg4_8ANQGHMfHrsTXEk/s320/windbyzuki1.png" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Art by : <!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>JA</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>HE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
<w:UseFELayout/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]-->Mizuki<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">©</span>
</td></tr>
</tbody></table>
Not exactly a fiction it's just a lyric i created.<br />
Anyway enjoy~ ^ ^<br />
<br />
<div class="mbl notesBlogText clearfix" style="text-align: justify;">
<br />
<div>
life hasn't been so wrong.<br />
until one day you came to my life.<br />
so now...<br />
my past is haunting me.<br />
like a shadow crawls up in light.<br />
<br />
sweet pas has changed.<br />
into a nightmare.<br />
so please don't leave me.<br />
and leave more nightmare.<br />
<br />
i want to be the wind...<br />
that dries up your sad tears.<br />
i want to be the wind...<br />
that blows up your hair gently.<br />
i want to be the wind that flies your dream up higher.<br />
but, i'm not the wind.<br />
yes, i am not the wind.<br />
<br />
<a name='more'></a><br /><br />
i will keep on trying.<br />
even it break my heart apart.<br />
and now.<br />
it will be over soon.<br />
even thought i never really start.<br />
<br />
and i know.<br />
someday you will go.<br />
and leave me.<br />
all alone with my regret.<br />
<br />
i want to be the wind...<br />
that dries up your sad tears.<br />
i want to be the wind...<br />
that blows up your hair gently.<br />
i want to be the wind that flies your dream up higher.<br />
but, i'm not the wind.<br />
yes, i am not the wind.<br />
<br />
coz' i am not the wind...<br />
so, regret has befall me...<br />
the darkness fills my heart up...<br />
and close my heart completely...<br />
the past is never carved up deep within your heart.<br />
coz' i am not the wind.<br />
so someone else will be...<br />
the wind.</div>
</div>
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01765290391883672608noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3740763377759042512.post-62273629913012410572012-12-28T03:43:00.000-08:002012-12-28T03:45:40.673-08:00Happiness (Indonesia Ver.)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Nii-chan. Onii-chan. Kakak. Semua sebutan itu aku berikan
untuk seseorang bernama muzzle, atau akrab di panggil muzzy. Ya,
meskipun kami sama sekali tidak berhubungan darah, namun kami sangat
sering memanggil kakak dan adik satu sama lain. Sebenarnya panggilan ini
bermula satu bulan yang lalu. Disaat dia menyatakan perasaanya padaku.
Lalu aku menolaknya dan mengusulkan agar kami saling memanggil
kakak-adik. Aku tak bermaksud menolak dia, namun aku masih bingung
dengan perasaanku. Karena dulu aku masih mempunyai rasa pada lelaki
lain. Yang kini aku ketahui bahwa lelaki itu adalah seorang <i>playboy</i> dan tidak benar-benar mempunyai rasa untukku.<br />
<br />
Muzzy juga sebenarnya bisa di bilang <i>playboy</i>. Namun, dia adalah <i>playboy</i>
gagal. Dulu dia pernah menembak sahabat terbaikku dan di tolak. Dan
sebagian besar gadis yang ia tembak selalu menolaknya. Namun akhir-akhir
ini aku mulai merasa aneh. Aku mulai merasa tidak ingin kehilangan
onii-chanku yang berharga. Aku merasa semakin sayang padanya. Aku tak
tahu apa ia merasakan hal yang sama, namun aku tak perduli. Selama ia
tidak berhenti menjadi onii-chanku.<br />
<br />
“Hey
Riselè.” Ucap seseorang yang tiba-tiba meng hampiriku dan mengelus
kepalaku. “Nii-chan.” Ucapku dengan lembut sambil menunduk. Hanya satu
orang yang bisa membuatku menunduk dan berbicara dengan lembut.
Nii-chan. Dan aku, riselè biasanya adalah seorang gadis tomboy pecinta
hal-hal yang berbau sejarah. Namun tidak seperti itu jika aku sedang
bersama nii-chan. Aku sendiri tak tahu mengapa aku bisa menjadi selembut
itu. Namun Muzzy sendiri mengatakan bahwa dia menyukai aku yang seperti
ini. Aku yang lembut dan manja. Dan sepertinya perkataannya itulah yang
membuatku tetap berlaku seperti ini setiap berasamanya.<br />
<br />
“Ayo pulang.” Ucap Muzzy dengan sebuah senyuman. Aku hanya mengangguk.
Dan lalu kami pun pulang bersama dari sekolah kami. “Hmm, kau nampak
senang hari ini. Ada apa?” Tanya Muzzy. “Umm, tak ada apa-apa. Hanya
saja… nii-chan. Ter-terlihat. Senang. Riselè juga jadi senang.” Ucapku
dengan malu. “Kau ini.” Nii-chan kemudian memelukku dan mengelus
kepalaku. “Nii-chan sedang suka pada seseorang. Makanya nii-chan
senang.” Aku hanya bisa terdiam. Sebuah perasaan tidak enak mulai
menyelimuti hatiku. Mungkinkah ini rasa cemburu? Tapi dia hanya kakakku.
Orang yang aku anggap sebagai saudara yang dekat denganku. Tapi rasa
ini sangat menyiksaku. Dan aku harus berusaha menutupi perasaanku ini
pada nii-chan. Aku sangat menyayangi nii-chanku. Aku tak mau dia
meninggalkanku untuk gadis lain. Tapi aku tetap hanya adik pura-pura
miliknya. Aku tak berhak melarangnya.<br />
<br />
Sepanjang jalan kami habiskan dengan hening sampai akhirnya kami sampai
di rumahku. Kami hanya saling bertukar kata perpisahan dan kemudian
nii-chan pulang ke rumahnya. " Apakah nii-chan meyadari perasaanku?”
gumamku dalam hati sambil berjalan masuk ke rumahku. Bersama hatiku yang
terasa perih aku pergi menuju kamar mandi untuk mandi dan menenangkan
pikiranku.<br />
<br />
“Nii-chan.” Ucapku sambil duduk di dalam <i>Bathtub</i>.<br />
<a name='more'></a>
Aku masih tidak bisa berhenti memikirnya. Aku tahu aku menginginkannya.
Aku sangat menyayangi nii-chanku. Apalagi setelah kehilangan harapan
pada lelaki pilihanku yang membuatku hanya menjadi adik pura-pura Muzzy.
Aku memeluk kakiku. Aku tak tahu harus berbuat apa. Ingin sekali aku
menangis. Namun akan sangat menyakitkan jika aku menangisinya sekarang.
“Apakah nii-chan juga memikirkanku?” Gumamku dengan sedih.<br />
<br />
Setelah mandi aku pun masuk kedalam kamarku dan memakai piyamaku.
Kemudian aku berbaring dan menatap langit-langit kamarku. Disana
terdapat gambar <i>Wyvern</i> yang baru-baru Ini aku minta kakek untuk menggambarkannya. Dan <i>Wyvern</i> itu sangat mengingatkanku pada nii-chan. Dengan rasa sakit yang kembali menyelimutiku aku mengambil <i>handphone</i>ku.
Terlihat ada beberapa pesan masuk yang belum aku baca. Tentu saja
karena aku berada di sekolah, dan karena aku tak membawa alat komunikasi
apapun ke sekolah.<br />
<br />
Sebagian besar pesan
tersebut berasal dari mantan-mantan kekasihku semasa SMP. Namun kulihat
pesan terakhir yang kudapat adalah pesan dari nii-chan. “Maaf ya,
Riselè. Sepertinya nii-chan mengatakan hal yang salah tadi. Nii-chan
sayang Riselè.” Begitulah isinya. Mukaku mulai memerah dibuatnya. Lalu
aku pun berteriak “NII-CHAN!” Dan langsung memeluk gulingku erat.
Membayangkan bahwa guling itu adalah nii-chanku. Dan tak lama kemudian
aku terlelap.<br />
<br />
Keesokan harinya aku bangun
dengan semangat. “Nii-chan!” Tiba-tiba aku teringat bahwa aku belum
membalas pesan singkat dari nii-chan. Dan disaat aku mengecek <i>handphone</i>ku
ada pesan dari nii-chan yang berisi “Riselè marah ya? Maaf.“ Dan
setelah membaca itu aku segera membalasnya “Nii-chan, gomen. Riselè
ketiduran kemarin. Hehe. Tak apa nii-chan, nii-chan tidak mengatakan hal
yang salah. Riselè juga sayang nii-chan.” Tentu saja pesan tersebut tak
langsung mendapat balasan karena biasanya nii-chan bangun siang dan
terlambat datang ke sekolah. Setelah itu aku berlari ke kamar mandi dan
segera bersiap berangkat menuju sekolah. Dan sebelum aku berangkat aku
mengecek <i>handphone</i>ku dan mendapati satu pesan baru dari
nii-chan. Yang berisi “Baguslah, nii-chan lega.” Aku hanya tersenyum
setelah membacanya dan pergi ke sekolah.<br />
<br />
“Hey Riselѐ.” Panggil seseorang disaat aku sedang berjalan menuju
sekolahku. “Hmm? Oh,kau.” Ucapku dingin setelah menoleh dan melihat
seseorang yang bernama Loyt. Loyt adalah murid kesayangan kakekku di
dojo kami. Wajahnya yang menawan juga membuatnya banyak di sukai oleh
para gadis. Terkecuali aku. Aku tak suka sikapnya yang arogan dan
menganggap aku akan suka padanya jika dia menjadi ‘lebih’ dari orang
lain dalam segala hal. Sayangnya dia tidak dan tak akan pernah mengerti
apa yang sebenarnya aku sukai. Aku menilai seseorang bukan dari
penampilannya. Melainkan dari isi hatinya. Aku selalu dapat menilai
sikap seseorang dengan cepat. Dan Loyt sangat jauh dari kata ‘baik’.<br />
<br />
“Kau ini selalu saja dingin padaku sel.” Ucap Loyt padaku seraya ia
mengejarku dan berjalan di sampingku. “Biar saja, terserah aku kan?”
Balasku tetap dingin dan memandang ke jalanan yang kutapaki. “Ah, iya
sih. Ah sudahlah.” Sepertinya kali ini dia menyerah dengan cepat dan
kembali melanjutkan apa yang ia sebut ‘lari paginnya’. Begitupula
denganku. Setelah aku menghela nafasku, aku pun melanjutkan perjalananku
ke sekolah. Tak lama kemudian aku sampai di sekolah. Dan aku pun duduk
di kursiku.<br />
<br />
Pagi yang cukup menyebalkan
yang dikarenakan Loyt terobati oleh nii-chan yang ternyata tidak
terlambat dan bahkan datang tak lama setelah aku duduk. Nii-chan yang
baru masuk ke kelas langsung tersenyum dan mendekatiku. “Pagi Riselѐ.”
Ucapnya. “Pagi nii-chan.” Balasku dengan sebuah senyuman manis. Nii-chan
pun mengelus kepalaku dan pergi duduk di kursinya. Aku merasa cukup
senang karena nii-chan tidak datang terlambat. Tapi aku juga penasaran
mengapa ia tidak datang terlambat hari ini. “Nanti saja kutanyakan
disaat istirahat.” Gumamku dalam hati.<br />
<br />
Tanpa
terasa waktu berlalu dan bel masukpun sudah berbunyi. Dan lagi-lagi
terjadi hal yang tak normal. Nii-chan yang biasanya langsung terlelap
sampai istirahat, kini tetap terbangun sambil mengetuk-ngetukan
pensilnya ke meja. Entah kenapa hatiku terasa gundah. Ada yang lain dari
nii-chan hari ini. Aku yang berusaha tetap fokus kepada mata pelajaran
akhirnya berhasil melalui semuanya. Sesaat setelah guru keluar karena
sudah saatnya istirahat, aku menghela nafasku, dan menyandarkan kepalaku
di mejaku. Aku yang kemudian melihat kursi nii-chan yang sudah kosong,
bangun dan berlari keluar mencarinya.<br />
<br />
Setelah aku lelah karena berlari-lari tanpa membuahkan hasil
menyandarkan tubuhku di jendela yang menghadap keluar ke arah taman
belakang sekolah. Aku yang kemudian menatap pohon ek besar di taman,
melihat nii-chan sedang makan bekal bersama seorang gadis berambut merah
muda mencolok. Mereka terlihat sangat akrab. Itukah gadis yang di sukai
oleh nii-chan? Orang yang akan merebut nii-chanku? Pertanyaan itu mulai
terbesit di pikiranku. Begitu juga rasa sakit yang mulai merasuki
hatiku. Aku yang berusaha menahan perasaan sakit dan tangisku berlari ke
arah tangga yang berakhir dengan jatuh dari tangga.<br />
<br />
Dan di saat aku tersadar. Aku sudah berada di ruangan yang terlihat
putih dan bersih. “Surgakah? Oh bukan. Ini ruang kesehatan.” Gumamku
dalam hati. Aku yang berusaha bangun melihat nii-chan sedang tertidur
pulas di pinggir kasur tempatku berbaring saat ini. Aku hanya terdiam,
rasa senang bercampur sakit membuat hatiku tak karuan. Akupun
memberanikan diri untuk membelai rambutnya yang agak acak-acakan. Dan
tak lama kemudian nii-chan terbangun. “Uhh, Riselѐ? Riselѐ?! Kau sudah
sadar!” Teriak nii-chan yang kemudian memeluk erat tubuhku. “Nii-chan
khawatir!” Ucap nii-chan. “..... ma-aaf. Nii-chan.” Ucapku balas memeluk
nii-chanku sambil menahan tangis. Kami cukup lama berpelukan sampai
akhirnya. Aku melepas pelukanku yang kian terasa berat, dan ternyata
sudah tertidur kembali.<br />
<br />
Aku yang kebingungan kemudian mengambil peluit <i>Wyvern </i>milik nii-chan dan meniupnya untuk memanggil Muzzel <i>Wyvern </i>‘peliharaan’
mendiang neneknya nii-chan. Dan tak lama kemudian kepakan sayap Muzzel
sudah mulai terdengar. Aku yang harus menahan rasa sakit dari luka
akibat terjatuh tadi. Membopong nii-chan ke atap dan menaikannya ke atas
punggung Muzzel, dan tentunya aku juga ikut menunggangi Muzzel. Muzzel
yang selalu jinak dan menuruti perkataanku mengantarkanku ke rumahku dan
kemudian pulang bersama nii-chan yang tetap tertidur. “Jelas saja,
setelah dia bangun pagi dan memaksakan diri terbangun di kelas.
Bagaimana bisa dia tidak meraasa ngantuk.” Gumamku sinis. Kini rasa
sakit dari lukaku tak terasa. Yang terasa hanya luka di hatiku. Aku yang
sedang merasa sangat terpukul dengan pemandangan di sekolah tadi.
Bahkan berlaku cukup berbeda kepada kedua orangtuaku.<br />
<br />
Aku hanya bisa berbaring diatas kasurku yang terasa lebih keras dari
biasanya. Semua yang kurasakan terasa lebih menyakitkan dari biasanya.
Mulai dari makan malam yang terasa hambar hingga bantal dan gulingku
yang terasa lebih keras. Aku bingung harus bagaimana, aku termakan api
cemburu, tapi di sisi lain aku tetap hanya adik pura-pura Muzzy. Aku tak
bisa melakukan apapun untuk melarang nii-chan mencintai gadis lain. Aku
yang tetap merasakan sakit ini terlelap bersama rasa perih di hatiku.<br />
<br />
Keesokan harinya aku terbangun dengan perasaan hampa. Aku sudah
merasakan kelihangan nii-chan. Aku benci perasaan ini, namun perasaan
ini tak dapat hilang begitu saja. Aku mencoba tak menghiraukannya dan
bergegas pergi ke sekolah.<br />
Hari ini tak ada hal yang berarti yang
terjadi di sepanjang jalanku menuju sekolah. Dan sesampainya di sekolah
aku hanya terduduk lemas di kursiku. Aku mulai merasakan sakit akibat
luka di tubuhku. Namun itu tak berlangsung lama karena nii-chan
tiba-tiba saja datang. “Riselѐ? Kamu seharusnya tidak memaksakan diri.”
Ucap nii-chan yang datang mendekatiku dan mengelus rambutku. “Riselѐ
sudah baikan ko.” Ucapku dingin. Nampaknya sikap dinginku tak di
tanggapi serius ataupun menyerang pikirannya. Sepertinya semua yang ia
pikirkan hanyalah gadis itu.<br />
<br />
Sekali lagi aku
berusaha tak menghiraukan perasaanku. Dan berusaha fokus pada pelajaran.
Namun aku tak bisa. Pandanganku selalu teralih pada nii-chan yang hanya
memandang keluar jendela sepanjang pelajaran. “Apa yang di pikirkan
nii-chan.” Gumamku dalam hati. Pikiranku ini terus-menerus menghantuiku
setiap kali aku melirik nii-chan. Dan hasilnya adalah guruku memanggil
namaku dan aku tak mendengarnya karena sedang memikirkan hal ini. “Pa,
kemarin Riselѐ jatuh dari tangga. Mungkin dia memang masih belum pulih.”
Ucap salah seorang teman sekelasku. Yang membuatku di suruh untuk
istirahat di ruang kesehatan.<br />
<br />
Aku tahu
nii-chan tak akan datang untuk menjengukku lagi. Apalagi setelah sikapku
tadi pagi. Tapi aku tak tahu apa nii-chan merasa tersakiti oleh
sikapku. Apakah nii-chan merasakan perasaanku yang sebenarnya? Kini aku
mulai merasa menyesal dengan sikapku. Tapi hati kecilku berkata lain.
Untuk apa bersikap baik pada orang yang pada akhirnya meninggalkanmu
untuk orang lain? Itu yang di bisikkan oleh hati kecilku. Aku yang mulai
bingung dengan hatiku sendiri membantingkan tubuhku pada kasur tempatku
berbaring kemarin. Nampaknya kasur ini sama sekali tak di bersihkan
sehingga aku sedikit bisa mencium wangi tubuh nii-chan yang masih
tersisa di sini. “Nii-chan” ucapku dengan nada yang miris dan merelakan
tubuhku untuk istirahat.<br />
<br />
Dan dugaanku tepat.
Disaat aku membuka mataku aku tak melihat tanda-tanda nii-chan. “Hey
sel, kamu udah sadar.” Ucap seorang gadis berambut panjang yang berwarna
hijau mint. “Mhh? Kau Mint. Ko kesini?” Balasku. “Untuk menjengukmu
lah. Memang apa lagi? Kau kan teman terdekatku.” Balasnya. “Iya sih.”
Cibirku singkat. “Kau ini kenapa sih? Ada masalah ya sama Muzzy?” Tanya
Mint tepat mengenai sumber sikapku ini. “Uhh. Ti-tidak!” Balasku sambil
memalingkan wajahku. “Jangan bohong. AH! Aku tahu! Kau pasti cemburu
kan? Ya gadis berambut pink itu memang cukup manis.” Lagi-lagi Mint
tepat mengenai sasaran. “Tch, kau ini memang teman terdekatku.” Ucapku
kesal. “Haha, iya dong Mint gitu!” Ucapnya bangga. “Apa yang kau
banggakan bodoh!” Ucapku kesal sambil mencubit pipinya geram. “AWAWAW.
Maaf sel!” Ronta Mint.<br />
<br />
“Huh! Dasar. Aku bingung
dengan dia.” Ucapku sambil kembali membaringkan tubuhku. “Auh, tapi dia
itu sekali sayang tetap sayang. Kalau aku mulai sakit lagi saja dia
langsung menjenguk.” Ucap Mint sambil mengelus pipinya. Ya, Mintlah
orang yang nii-chan dekati sebelum aku. Mint menolaknya karena kondisi
fisiknya yang sakit-sakitan dan karena itu juga dia menganggap bahwa dia
takkan sanggup menjadi kekasih yang baik untuk nii-chan. “Iya sih.
Mungkin aku juga keterlaluan sudah bersikap dingin padanya.” Balasku
dengan helaan nafas. “Yap, minta maaf nanti. Bentar lagi bel pulang ko.”
Ucapnya ringan. “Huh? Sudah selama itukah aku tidur? Dan lalu—kau bolos
lagi ya Mint!” Balasku setelah berpikir sesaat. Dia hanya melontarkan
senyum liciknya. “Tch, dasar. Ya sudah. Kita tunggu saja bel pulang.”
Ucapku agak kesal.<br />
<br />
Benar saja, tak lama kemudian
bel pulang berbunyi. Aku dan Mint kemudian berjalan pulang. Kami juga
mencari nii-chan, namun hasilnya nihil. Nii-chan tak terlihat dimanapun.
Akhirnya kamipun sampai di luar pintu sekolah. Dan di saat yang sama
aku melihat nii-chan sedang berjalan pulang bersama gadis yang sama yang
kemarin aku lihat. Kali ini aku tak dapat merasakan sakit. Hatiku sudah
hancur. Amarahku memuncak. Rasa sedih menyelimuti hatiku yang hancur.
Aku tak percaya nii-chan lebih memilih bersamanya daripada menjengukku.
Nii-chan lebih memilih pulang bersama dia daripada denganku. “Seharusnya
aku yang berada di samping nii-chan. Tapi mengapa? Mengapa? Kenapa
Dia?! Kenapa?! Nii-chan-“ setelah kalimat tersebut melintas di
pikiranku. Aku tak bisa melakukan apapun kecuali menunduk dan
mengepalkan tanganku geram. Air mataku mulai mengalir keluar menelusuri
pipiku.<br />
<br />
“Sel, kau kenapa?” Ucap Mint yang tak
menyadari bahwa aku sudah melihat hal terburuk dalam hari-hariku bersama
nii-chan. Aku tak membalas perkataan Mint, aku hanya terdiam. Dan di
saat nii-chan sudah menghilang dari pandanganku aku segera berlari
pulang meninggalkan Mint dengan seribu tanda tanya. Aku berlari dan
terus berlari sampai akhirnya aku sampai di depan rumahku. Kutarik nafas
dengan sisa tenagaku yang tersisa, menghapus air mataku dan melangkah
masuk kedalam rumah. Aku kembali bersikap ramah dan tersenyum kepada
orang-orang di rumahku. Tapi itu hanyalah sebuah kebohongan. Sebuah
kepalsuan dan kamuflase. Dan pada akhirnya aku menjadi galau disaat aku
berada di kamarku. Dan sudah kuputuskan tak akan masuk sekolah untuk
seminggu dan tak bertemu nii-chan sampai rasa ini setidaknya hilang.<br />
<br />
Tak terasa seminggu telah berlalu. Hari ini aku di paksa pergi ke
sekolah oleh kakekku. Jujur saja aku merasa cukup malas. Apalagi
perasaanku belum juga tenang. Dengan berat hati kulangkahkan kakiku ke
sekolah. Dan seperti biasanya aku sampai di sekolah cukup pagi. Aku
hanya terkulai lemas di kursiku sambil sesekali menghelakan nafas.
Sampai akhirnya orang yang selama ini aku hindari datang. Namun
nampaknya dia sama sekali tak peduli dengan kehadiranku di kelas.
Sebenarnya aku cukup merasa kecewa. Namun di lain sisi aku juga senang
karena aku tak tahu harus bagaimana pada nii-chan jika dia menghampiriku
yang setelah seminggu hilang dan bahkan tak membalas pesan singkat
ataupun mengangkat telepon darinya.<br />
<br />
Kali ini aku
sama sekali tidak memperhatikan apapun untuk mengejar ketertinggalanku
selama seminggu. Aku hanya melamun sambil membaringkan kepalaku baik
selama pelajaran maupun selama istirahat. Sampai akhirnya bel pulang
berbunyi aku yang biasanya keluar paling awal kali ini keluar paling
terakhir karena lamunanku tadi. Aku berjalan dengan malas keluar
sekolah. Dan di saat aku tiba di gerbang sekolah seseorang menarik
tanganku. Sontak aku menoleh dan kulihat nii-chan memandangku dengan
wajah serius. “Kita harus bicara.” Kalimat itulah yang terlontar dari
mulut nii-chan yang kemudian membawaku ke belakang sekolah.<br />
<br />
“Ada apa?” Tanyaku sinis. “Sel. Kamu kenapa. Kenapa kamu berubah sikap
padaku?” Balas nii-chan. Aku hanya terdiam dan menunduk. “Jawab sel
jawab!” Kini suara nii-chan mulai meninggi yang menandakan ia mulai
marah. Aku masih terdiam. Aku tak tahu harus bicara apa. Aku berusaha
menahan air mataku. Dan memberanikan diri untuk bicara. “Mu-zz-y. Ak-u.”
“Aku apa sel--” Ucapan nii-chan terhenti ketika aku secara tak sadar
sudah memeluk tubuhnya dengan erat. “Aku sayang kamu! Nii-chan... Riselѐ
cinta sama nii-chan. Jangan tinggalin Riselѐ. Jangan.” Ucapku
tersendat-sendat oleh tangisku yang sudah tak terbendung lagi. “Lalu,
kenapa kau menolakku?” Balas nii-chan dengan nada miris. “Aku bingung,
dulu aku bingung. Tapi kali ini aku yakin dengan perasaanku. Aku yakin.
Bahwa aku cinta sama kamu! Nii-chan.” Jawabku yang masih tak berhenti
menangis. Sesaat nii-chan terdiam, lalu dia balas memelukku dengan
lembut. “Jangan khawatir, nii-chan takkan meninggalkanmu. Lagipula aku
di tolak lagi. Hehe.” Ucap nii-chan berusaha menenangkanku. “nii--chan.”
Ucapku yang kemudian menengadah dan menatap mata nii-chan. Tanpa banyak
bicara lagi wajah kami saling mendekat satu sama lain hingga akhirnya
bibir kami bertemu. Ciuman pertamaku. Kini airmata kesedihanku berubah
menjadi air mata bahagia. Aku merasa sangat bahagia. Kini aku dapat
bersama nii-chan yang notabene sudah menjadi kekasihku. Tapi untuk suatu
alasan aku masih ingin tetap memanggilnya nii-chan. Mungkin itulah
panggilan sayangku untuknya. Dan ini merupakan pengalamanku tentang
kebahagiaan yang tetap terukir di hatiku.</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01765290391883672608noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3740763377759042512.post-34738284315692839142012-12-28T03:32:00.000-08:002012-12-28T03:41:01.815-08:00自己紹介 (Self-Introduction)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Ok. This is my first blog (i guess?) and here i will wrote many different fictional story i made. I hope anyone who will see this blog will be pleased. (^ ^)<br />
<a name='more'></a><br />
<br />
Enjoy~<br />
<br /><3 The Author</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/01765290391883672608noreply@blogger.com0